Mohon tunggu...
Elina A. Kharisma
Elina A. Kharisma Mohon Tunggu... Guru - Berbagi hal baik dengan menulis

Seorang kutu buku dan penikmat musik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bicara tentang Aksi Demonstrasi pada Anak

9 Oktober 2020   11:48 Diperbarui: 9 Oktober 2020   12:04 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Aksi turun ke jalan oleh berbagai lapisan masyarakat khususnya mahasiswa dan buruh yang terjadi di berbagai kota telah mewarnai pemberitaan baik media cetak maupun daring. Di beberapa tempat, aksi ini diwarnai dengan kericuhan. Dengan masifnya pemberitaan dan mudahnya akses informasi, tidak dapat dipungkiri, anak-anak pun mengetahui hal yang terjadi. 

Mungkin beberapa dari anak-anak itu lalu membicarakan hal ini dengan teman sebaya atau dengan orang tua. Tentu tidak bijak jika orang tua menanggapi dengan, "Iya. Ada demonstrasi tapi itu urusan orang dewasa bukan anak-anak." Tanggapan seperti itu jelas akan mematikan rasa ingin tahu anak. Lalu, bagaimana cara orang tua membicarakan demonstrasi pada anak?

Ketika anak bertanya atau mulai membicarakan tentang aksi demonstrasi, orang tua dapat bertanya tentang hal sudah diketahui anak. Selain untuk menunjukkan letertarikan dan respek dengan hal yang ingin diketahui anak-anak, orang tua juga memastikan sejauh mana informasi yang anak ketahui dan kebenarannya. 

Pada anak yang usianya lebih muda, orang tua dapat menjelaskan dengan menggunakan analogi yang dekat dengan kehidupan anak-anak dan bisa menjelaskan tentang ketidakadilan dan protes. 

Untuk anak yang lebih dewasa, orang tua juga bisa mulai menggunakan kata-kata yang erat kaitannya demonstrasi, seperti demonstran, keadilan sosial, undang-undang, aspirasi, demokrasi, hak, dan lain sebagainya. 

Waktu menjelaskan, sebaiknya fokus kepada alasan yang membuat orang melakukan demonstrasi bukan apa yang dilakukan. Hal ini akan membuat anak mengerti kenapa ada orang yang memilih untuk turun ke jalan.

Lalu, bagaimana jika anak-anak juga membahas tentang kericuhan. Sebagai orang dewasa, orang tua tidak perlu menutupi kejadian itu. Orang tua dapat menggali pendapat anak tentang kericuhan. 

"Menurutmu, bagaimana kalau orang merusak fasilitas umum seperti itu?" Kemudian, orang tua dapat menjelaskan bahwa merusak fasilitas umum atau melakukan hal-hal yang memicu kericuhan juga kekerasan tentu tidak dibenarkan. Menyampaikan aspirasi seharusnya tidak perlu sampai ada yang terluka atau sesuatu yang dirusak. Sebaiknya orang tua tidak perlu membahas detail siapa melakukan apa, karena dikhawatirkan akan membentuk stigma atau bahkan kebencian anak kelompok tertentu. 

Contoh, kalau orang tua menyebutkan mahasiswa yang merusak fasilitas umum, bisa jadi anak berpikir bahwa mahasiswa yang ikut demo itu jahat. Padahal belum tentu yang melakukannya adalah mahasiswa. Sekali lagi ini bukan untuk menutup-nutupi tapi agar pembahasan fokus pada "mengapa" bukan "apa." Dengan mengetahui aspek "mengapa" diharapkan anak dapat lebih mengerti dan menunjukkan simpati.

Jika anak merasa ketakutan atau kuatir setelah mendengar berita tentang aksi demonstrasi, orang tua memberi ruang pada anak untuk mengutarakan perasaannya. "Apa yang membuatmu takut, Nak?" bukan "Jangan takut. Gitu aja, kok takut. Kamu jangan lebay!" Jika anak tahu kalau didengarkan, mereka akan mengerti bahwa orang tua peduli dengan perasaan mereka. Yakinkan juga bahwa sekarang mereka berada di tempat yang aman.

Kita harus bersyukur karena di Indonesia, ada ruang untuk menyampaikan aspirasi termasuk dengan turun ke jalan. Anak-anak juga perlu tahu hal itu. Sayangnya, banyak aksi demonstrasi yang diwarnai kericuhan.  Ketika anak-anak membicarakan hal ini, jadikanlah sebagai momen untuk berdialog dan mengajari anak-anak tentang hak, keadilan sosial, aspirasi, dan demokrasi. Menurut saya, justru kita harus bangga karena rasa ingin tahu anak bisa menjadi awal untuk membentuk pola pikir anak yang kritis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun