Mohon tunggu...
eli kristanti
eli kristanti Mohon Tunggu... Guru Bahasa Inggris

suka fotografi dan nulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Radikalisme dan Afiliasinya dengan Organisasi Tertentu

14 November 2024   23:51 Diperbarui: 15 November 2024   00:03 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Ada adagium yang sangat terkenal dalam bahasan soal terorisme periode awal tahun 2000-an. Bahwa sebagian besar orang yang masuk perangkap terorisme dan radikalisme adalah orang-orang yang dengan Tingkat ekonomi dan pendidikan rendah.  Tingkat ekonomi dan pendidikan rendah diyakini mempengaruhi visi seseorang soal agama dan kehidupan.

Contoh yang sering ditonjolkan saat itu adalah para pengebom Bali 1 yang sebagian besar mendapatkan dana dari merampok toko mas dan kemudian dibelikan bahan-bahan peledak dan mobil. Mobil itu kemudian dipakai untuk mengangkut bahan peledak. Artinya mereka berasal dari keluarga sederhana dan tidak berlebih.

Namun kemudian adagium itu tidak sepenuhnya benar karena seiring waktu, banyak sekali warga negara yang terpapar radikalisme berasal dari Tingkat pendidikan memadai dan ekonomi yang baik pula. Radikalisme tidak semata menyasar kaum bawah dengan alasan ekonomi.

Mungkin kita masih ingat cerita sebuah keluarga di Batam yang sebagai ASN punya kedudukan yang baik di badan otorita Batam yaitu seorang direktur, lalu dia memutuskan untuk meninggalkan Indonesia dan berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Dalam cerita yang pernah ditulis oleh sebuah media asing, keluarga itu kemudian kembali ke Indonesia atas usaha pemerintah Indoensia setelah ISIS kalah dalam peperangan Suriah dengan ISIS itu. Sang ayah konon masih ditahan pemerintah Suriah sebagai penjahat perang. Sedang ibu dan anak-anak mereka kini hidup sangat sederhana di Jakarta.

Media asing itu menulis, bahwa pihak yang pertama membujuk keluarga itu untuk berangkat ke Suriah adalah sang anak karena dia terperangkap narasi dan provokasi dari ISIS yang menggambarkan seakan kehidupan ISIS jika memenangkan peperangan, mirip seperti zaman Nabi. Namun sangkaan itu ternyata nol besar.

Hal yang sering dikesampingkan adalah masing-masing person yang terkerembab ke mahzab radikal, umumnya terafiliasi dengan oragnisasi-organisasi yang tergolong radikal dengan kekerasan atau tanpa kekerasan, seperti Muslimah HTI , FPI, MMI atau JI di Solo. Jejaring yang disebarkan oleh organisasi di atas amat kuat dan kerap bekerja dengan senyap, sampai mereka punya anggota atau simpatisan yang cukup banyak. Itu kemudian ditemukan sebagai para pelaku pengeboman di sana sini.

Karena itu kita memang harus mewaspadai organisasi-oraganisasi seperti ini dan jelmaannya. HTI misalnya. Organisasi ini memang sudah dibubarkan oleh pemerintah, namun mereka masih berkegiatan dengan mentransformasikan kegiatannya dengan menyasar generasi Z . Begitu juga FPI  yang juga sudah dibubarkan , mereka bertransformasi dan membuat beberapa kegiatan yang kontraproduktif.

Kedepan, kita harus mewaspadai alifiasi generasi muda dengan ormas-ormas tertentu yang sering terlibat radikalisme di masa lalu karena mereka pasti tetap memperjuangakan apa yang diyakininya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun