Elfizon Amir
MBG atau Makanan Bergizi Gratis sebuah program dari janji kampanye Prabowo Gibran saat pemilu presiden 2025 yang lalu. Â Secara konsep ide ini bagus karena membantu untuk pertumbuhan anak anak Indonesia yang saat ini kondisi gizinya tidak baik baik saja. Â Data Kementrian Kesehatan Indonesia pada tahun 2024 menyebutkan bahwa anak di Indonesia mengalami triple burdin malnutrisi yaitu gizi kurang, gizi lebih, dan kekurangan zat gizi mikro. Â Anak sekolah usia 5 -- 12 tahun yang stunting sebanyak 18.7 %. Wasting/kurus 11 %, obesitas 19.7 %, dan anemia 16.3 %. Sementara permasalahan gizi balita diantaranya underweight 15.7 % dan angka prevalensi balita stunting masih berada pada angka 21.5 %. Â Permasalahan gizi pada anak sekolah lainnya ditenggarai terjadi karena sebanyak 65% anak usia sekolah tidak sarapan sehat, dan 97.7 % anak usia 5 -- 14 tahun kurang konsumsi sayur dan buah dan 54% anak sekolah memilih jajanan yang tidak sehat seperti konsumsi manis berlebih dalam sehari.
Untuk Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul, berkualitas, dan berdaya  menuju Indonesia Emas 2045 salah satunya yang harus dibangun adalah aspek pangan dan gizi, yang  saat ini masih menghambat tantangan besar.  Kepala Negara menekankan bahwa program MBG ini bukan hanya soal makanan, tetapi merupakan wujud nyata investasi negara dalam membangun generasi sehat dan berkualitas.  Dampak lain MBG adalah terciptanya 290 ribu lapangan kerja baru di sektor dapur umum dan melibatkan sekitar 1 juta petani, nelayan, peternak, serta pelaku UMKM. Dampak positifnya terlihat dari meningkatnya angka kehadiran siswa di sekolah serta prestasi belajar mereka.
Tapi realita di lapangan ternyata tidak seindah konsep yang digagas. Â Berbagai laporan di media menyebutkan bahwa banyak masalah yang timbul dari penyelenggaraan MBG. Â ICW mencatat ada empat permasalahan MBG, yakni pengelolaan anggaran yang diduga tidak transparan dan sarat kecurangan, penyaluran anggaran proyek MBG diduga melanggar peraturan, tidak adanya standarisasi layanan dalam pelaksanaan MBG, proses pembentukan Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) yang tidak transparan. Â
 Isu dugaan keracunan massal akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang ramai diberitakan di televisi dan media online nasional membuat para wali murid.  Setidaknya 1.376 anak sekolah diduga menjadi korban keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai daerah.  Hasil investigasi dinas Kesehatan menyebutkan bahwa penyebab utama keracunan yang berhasil diidentifikasi meliputi kontaminasi bakteri seperti E. Coli (air, nasi, tahu, ayam), Staphylococcus Aureus (tempe, bakso), Salmonella (ayam, telur, sayur), Bacillus Cereus (mie), serta Coliform, PB, dan Klebsiella dari udara yang terkontaminasi.  UPTD laboratorium Jawa Barat menunjukkan ada kandungan bakteri Bacillus subtilis pada lauk ayam teriyaki. Di Palembang ditemukan makanan MBG kontaminasi bakteri Stapylococcus aereus pada tempe goreng
Badan Gizi Nasional menyatakan, dari Januari hingga 22 September, terjadi 4.711. Â Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat, sebanyak 8.649 anak keracunan hingga 27 September 2025, dan jumlahnya terus bertambah. Â Anak anak juga menyebutkan bahwa beberapa menu MBG yang dibagikan pihak sekolah terkadang rasanya hambar, tetapi selalu dihabiskan sang anak.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan bahwa masyarakat yang bermitra melalui satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) masih bisa untung sebesar Rp2.000 per porsinya. Â Anggaran per porsi MBG adalah sebanyak Rp15.000 yang terdiri atas Rp10.000 untuk makanan, Rp2.000 biaya sewa, dan Rp3.000 biaya operasional. Â Dengan keuntungan perporsi Rp 2.000, berarti setiap porsi MBG dibiayai Rp 8.000.
Jadi jika dihitung dari angka jumlah biaya MBG per porsi hanya Rp 8.000, berarti dana yang benar benar terpakai untuk perbaikan gizi anak hanya 53% dari dana yang dianggarkan. Â Sedangkan sisanya 47% lagi tidak mecapai sasaran karena digunakan untuk biaya sewa, operasional dan keuntungan bagi penyelenggara. Â Sudahlah banyak uang terpakai untuk biaya MBG, sementara itu sasaran tidak tercapai dan akibat buruk penyelenggaraan juga sering terjadi.Â
Ada berita bahwa pemerintah akan segera merampungkan aturan khusus terkait tata kelola program Makan Bergizi Gratis (MBG). Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan regulasi itu sedang difinalkan, baik dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) maupun Instruksi Presiden (Inpres).Â
Untuk penataan ke depan sebaiknya penyelenggaraan MBG untuk anak sekolah diserahkan langsung ke sekolah yang bersangkutan. Â Disekolah ada kantin dan disekolah asrama sudah tersedia dapur sekolah. Â Di kantin sekolah dan dapur sekolah, tenaga penyelenggaranya sudah ada dan mereka terbiasa dan trampil dalam menyediakan makan siang bagi anak anak. Â Mereka juga sudah mempunyai suplayer yang siap memasok bahan baku. Â Selain tenaga yang sudah tersedia, peralatan sudah ada. Â Mungkin untuk peralatan, mereka hanya tinggal mengganti beberapa alat yang sudah lama.Â
Jika dikelola oleh kantin sekolah atau dapur sekolah bagi sekolah berasrama, maka biaya operasional tidak perlu dikeluarkan karena bagi mereka ada atau tidak MBG, mereka tetap operasional. Â Dengan demikian biaya sewa, pengadaan alat, biaya operasional dapat dipangkas. Â Dana yang 47% Â dapat dialihkan untuk kegiatan lain atau untuk menjangkau jumlah anak yang lebih luas. Â Â Â Â Â