Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Lima Kisah Makhluk Halus yang Menyamar Menjadi Saya

31 Oktober 2021   06:43 Diperbarui: 31 Oktober 2021   06:46 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by freepik.com

Bukan hanya sekali saya mendengar cerita aneh ini. Bahwa ada sesosok makhluk halus yang suka iseng menyamar menjadi saya.

Waduh. Masa iya. Memang apa yang menarik dari diri saya sampai-sampai makhluk tak kasat mata mendo-mendo menyerupai saya?

Entahlah.

Mau tahu kisahnya?
Silakan gelar tikar. Jangan lupa siapkan kopi dan cemilan juga.

***

Kisah Pertama

Ini terjadi beberapa tahun silam ketika anak-anak masih kecil.

Suatu pagi kakak perempuan yang rumahnya hanya berjarak beberapa langkah dari rumah saya memberitahu begini, "Si A barusan cerita. Tadi malam dia ketakutan sampai lari pontang-panting."

Saya mengernyit alis. Si A? Pemuda bengal yang tinggal di rumah kontrakan seberang jalan itu?

"Memang apa yang terjadi?" Tak pelak saya bertanya juga.

"Dia ketemu sosok yang sangat mirip kamu."

"Di mana? Jam berapa?" Cecar saya.

"Di teras rumahmu ini. Sekitar jam 12 malam."

"Jam segitu aku sudah tidur, ngeloni anak-anak."

"Itu dia! Si A sempat mikir. Ngapain juga Mbak Lilik malam-malam masih berdiri bersandar pada pintu?"

"Hah?! Bersandar pada pintu?" Saya membelalakkan mata.

"Ini serius," potong kakak saya. "Si A kaget setengah mati begitu sosok mirip kamu itu mendekat lalu mengulurkan tangan."

"Lho, kok malah kaget? Bukannya bocah itu suka godain aku?" Saya berusaha menahan tawa.

"Pasalnya sosok yang mirip kamu itu wajahnya terlihat sangat pucat. Tangannya juga, saat bersentuhan dingin seperti es."

Sampai di sini saya tidak berani tertawa lagi.

***

Kisah Kedua

Di lain waktu, saya harus pindah rumah ke desa lain. Karena riweh boyongan saya tidak sempat pamit pada kakak dan suaminya. Saya pikir, nantilah kalau semua sudah beres baru saya akan menemui mereka.

Esoknya malah kakak dan suaminya yang datang berkunjung ke rumah baru saya. Dan, saya kaget bukan kepalang ketika suami kakak bilang begini, "Lik, kamu sudah sehat, kan? Tadi malam saat pamit wajahmu pucat sekali. Kami khawatir kamu kenapa-napa."

"Pamit?" Saya menatap bingung.

"Iya. Kamu pamit sambil nangis ndrenginging..." Kakak perempuan saya menambahkan.

Waduh.

***

Kisah Ketiga

Anak laki-laki saya yang nomor tiga suka sekali camping dan mendaki gunung. Sebagai ibu saya kadang merasa was-was terutama jika cuaca sedang tidak bersahabat.

Suatu hari dia berangkat menuju puncak Semeru bersama teman-temannya.

Anehnya, tengah malam mendadak saya terjaga dari tidur. Saya baru saja bermimpi memeluk anak lanang erat-erat. Perasaan saya sontak tidak enak. Firasat apa ini?

Saya lantas beranjak mengambil air wudhu. Sholat malam dan berdoa agar tidak terjadi apa-apa.

Esoknya, ketika anak lanang pulang dari pendakian dia bercerita dengan suara tersendat, "Ma, kemarin pas di area Kalimati aku sempat pingsan karena hypothermia. Baru siuman ketika Mama datang dan memeluk tubuhku erat-erat."

***

Kisah Keempat

Suatu petang anak mbarep dan adiknya menginterogasi saya.

"Jadi yang berpapasan dengan kami trus masuk ke kamar mandi tadi itu siapa, Ma?"

Saya terbengong-bengong. Ada apa lagi ini?

Usut punya usut, ceritanya anak mbarep dan adiknya berebut mau masuk ke kamar mandi. Tapi --- kata mereka, saya tiba-tiba datang nyelonong mendahului.

Setelah ditunggu beberapa menit saya tidak juga kunjung keluar dari kamar mandi, anak-anak berhambur menuju ruang tengah. Saat itulah mereka terkejut melihat ibunya ini tengah duduk bersila di atas matras, berlatih yoga.

***

Kisah Kelima

Suatu malam mendadak saya terbangun dari mimpi aneh. Saya melihat satu tempat dengan anak tangga bertingkat-tingkat. Saya tidak tahu tempat apa itu. Saya hanya mendengar suara seseorang --- perempuan, meminta saya datang untuk menolongnya.

Hingga beberapa malam mimpi itu terulang lagi.

Saya lantas bilang ke anak lanang nomor dua,"Antar mama mencari tempat itu, Le."

"Tempat apa, Ma?" Anak lanang menatap saya heran.

"Candi Telih." Tahu-tahu bibir saya mengucap dua kata itu.

Sayangnya anak lanang tidak memiliki waktu senggang. Ia sibuk menjalani kerja lembur.

Untunglah sahabat saya, Te Rin bersedia menemani saya mencari tempat yang berkali-kali terlihat dalam mimpi saya itu.

Singkat cerita, bermodal petunjuk minim kami berangkat menuju Gunung Mujur, jalur yang harus dilalui untuk bisa sampai ke Candi Telih.

Setelah 2 jam berjalan kaki menyusuri hutan tanpa peta, kami tiba di suatu tempat yang membuat saya tertegun. Undakan bersaf-saf itu ada! Sama persis dengan yang muncul di dalam mimpi saya.

Karena penasaran, saya dan Te Rin gegas menapakinya.

Dan, begitu sampai di undakan paling atas, seorang laki-laki paruh baya keluar dari pondok (semacam cungkup) menyambut kedatangan kami. Lalu mempersilakan kami duduk di atas tikar.

"Saya sempat kaget melihat njenengan." Bapak tua itu berkata seraya menatap saya tak berkedip.

"Mohon maaf jika kedatangan kami mengganggu." Saya merasa tidak enak hati.

"Bukan begitu. Saya kaget karena --- tumben Nyai Dedes siang-siang berani menampakkan diri."

Sontak saya menggeser duduk, merapat pada tubuh Te Rin.

***
Malang, 31 Oktober 2021
Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun