"Waduh, di mana ponselku, ya?"
"Walah, ponselku ketinggalan di rumah. Bagaimana ini!"
Pernah mengalami kepanikan serupa ketika benda bernama ponsel itu menjauh dari diri kita?
Saya sering. Bahkan mood baik bisa mendadak berubah seratus delapan puluh derajat hanya gara-gara ponsel yang ketlisut atau ketinggalan.
Rasa-rasanya di zaman milenial ini kita memang tidak bisa terlepas dari benda super canggih itu, yaa.Â
Lantas jika diajukan pertanyaan mengapa kita tidak bisa melepaskan diri dari ponsel, jawaban dan alasan setiap orang tentu berbeda dan beraneka ragam.
Kalau hal tersebut ditanyakan kepada saya, jujur saya akan menjawab, "Ponsel merupakan tempat paling praktis untuk melampiaskan libido menulis saya. Jadi kemana pun saya pergi, benda itu harus ada di dalam tas atau kantung baju saya."
Ini berkaitan dengan ide menulis yang tidak bisa diprediksi kemunculannya. Sebab ide bisa ujug-ujug datang. Kapan saja dan di mana saja.
Dan, bagi seorang penulis kemunculan ide adalah momen istimewa yang tidak boleh disia-siakan. Ide harus segera dieksekusi. Saat itu juga! Sebab jika tidak, ide bisa kabur ke luar negeri atau menyelinap lewat gudang obat. Ups!
Oh, iya. Kepanikan atau kekhawatiran berlebihan saat berjauhan dari ponsel ini biasa dikenal dengan nama Nomophobia atau no mobile phone pobhia.
Nomophobia, Berbahayakah?
Menurut sebuah penelitian, kecanduan gadget, atau smartphone bisa menjadikan seseorang mengalami penurunan fungsi organ tubuh. Terlebih organ-organ yang bersinggungan langsung dengan kebiasaan penggunaan benda elektronik tersebut. Seperti mata, tulang leher, dan seputar area tangan.
Berkenaan dengan terganggunya organ mata kondisinya bisa langsung dikenali. Ditandai dengan gejala mata lelah, perih dan kualitas penglihatan terasa berkurang atau memudar. Bahkan tidak jarang mata yang terlalu tegang akan menimbulkan sensasi gatal dan panas.
Sedang terganggunya tulang leher dan area tangan, kondisi ini tidak bisa langsung dikenali. Dalam jangka waktu lama gejalanya baru timbul. Rasa kaku dan sakit diakibatkan terlalu lama duduk atau mengetik dengan posisi monoton disinyalir sebagai pemicunya.
Nah, tentang bahaya atau tidak Nomophobia ini, kita bisa menyimpulkannya sendiri.
Sehari Tanpa Ponsel, Apakah Bisa?
Pernah suatu hari ponsel saya tiba-tiba mengalami gangguan serius dan mesti diperbaiki. Sementara keinginan untuk menulis sedang birahi-birahinya. Bisa dibayangkan, betapa kacaunya perasaan saya saat itu.
Memang sih, saya bisa menggunakan laptop sebagai media alternatif untuk menulis. Tapi masalahnya tidak sesederhana itu. Ada beberapa kegiatan yang---menurut pemikiran saya tidak bisa dikerjakan dengan mengandalkan laptop.
Saat ponsel terpaksa harus menginap sehari di rumah si tukang servis, saya benar-benar kelimpungan. Sepanjang hari itu saya terlihat murung, kurang bersemangat. Dan nganu, untuk memenjarakan ide terpaksa saya menulis secara manual di atas kertas!
Jadi teringat guyonan salah seorang teman beberapa waktu lalu.
"Aku tuh, mending ditinggal pacar daripada harus berpisah dari ponsel."
Waduh, jangan-jangan saya dan teman saya itu sudah mengidap Nomophobia akut!
Bagaimana dengan Anda?
***
Malang, 03 Desember 2020
Lilik Fatimah Azzahra