Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mahasiswa UB Malang Suspect Corona? Itu Tidak Benar!

15 Maret 2020   05:55 Diperbarui: 15 Maret 2020   06:05 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:dreamstime.com

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Humas UB Kotok Gurito Sabtu, 14 Maret 2020 kepada Kompas.com.

Berita selengkapnya di sini

Sungguh memprihatinkan, gara-gara pesan berantai yang dilakukan oleh beberapa orang tidak bertanggung jawab melalui pesan Whatsapp dan Twitter, seorang mahasiswa UB Malang Jurusan Tehnik menjadi korban isu bahwa dirinya terjangkit virus Covid-19. Entah siapa yang pertama kali tega mengembuskan berita hoax tersebut.


Saya Sempat Menjadi Perawat Pasien yang Diisukan Terjangkit Virus Corona Itu

Sungguh. Saya tidak tahan untuk tidak menuliskan kisah nyata ini. Bukan apa-apa. Hanya rasa kemanusiaanlah yang mendorong saya untuk menyampaikan apa yang saya dengar dan saya lihat dengan sebenar-benarnya.

Sekitar sepuluh hari lalu, saya kedatangan pasien berusia 22 tahun di tempat praktik dokter di mana saya bekerja. Pasien bertubuh subur itu diantar oleh Tante dan Omnya. Mereka duduk meringkuk di bangku ruang tunggu paling pojok.

Saya segera menganggukkan kepala dan menanyakan apa ada yang bisa saya bantu. Si Om berdiri menghampiri meja saya dan mendaftarkan nama pasien dengan keluhan menderita demam.

Seperti biasa, tugas saya sebelum dokter memeriksa pasien, saya harus mengukur tensi, gula darah, suhu tubuh, berat dan tinggi badan dan lain-lain. Jika sudah, dokter segera mengambil alih memeriksa si pasien dengan teliti.

Tersebab mengalami demam tinggi dan sedikit sesak napas, dokter memberinya obat penurun panas lalu menganjurkan foto rontgen untuk mengetahui keadaan paru-parunya.

Hari itu juga si pasien diminta berangkat ke laboratorium terdekat dan kembali lagi ke klinik dengan membawa hasil rontgen.

Usai mengamati dengan seksama, dokter menduga ada gejala pneumonia. Dokter lalu menjelaskan secara detil seputar penyakit itu.

Belum usai dokter berbincang-bincang, terdengar ponsel berdering. Ketika diangkat ternyata dari Ibu si pasien.

Saya yang sedang mencuci alat-alat medis habis pakai, ikut mendengar percakapan mereka---antara si Ibu dan dokter. Saya juga sempat melihat keterkejutan dokter ketika mendengar Ibu si pasien menyampaikan berita bahwa suaminya baru saja meninggal dunia.

"Apa?! Suamimu meninggal dunia? Kapan?"

"Empat hari lalu dokter."

"Kenapa? Terkena serangan jantung?"

"Bukan dokter. Sesak napas. Tapi isu yang beredar suami saya terjangkit virus Corona."

Mendengar itu dokter tampak sangat terkejut. Lalu gegas membuka buku yang berisi track record selama suami si Ibu menjadi pasiennya.

"Siapa yang bilang suamimu terkena Corona? Menurut catatan di buku ini, suamimu menderita penyakit komplikasi. Jantungnya bermasalah, paru-parunya terganggu, tekanan darahnya tinggi, gulanya juga."

Panjang lebar dokter menyampaikan riwayat kesehatan almarhum.

"Menduga seseorang terkena virus Corona itu perbuatan jahat. Apa sudah ada bukti otentik?" Dokter mulai emosi.

"Sampel sudah dikirim ke RSCM Jakarta, Dokter. Dan hasilnya negatif."

Sungguh, saya ikut lega mendengar keterangan Ibu itu.

"Tolong obati anak saya, ya, Dokter. Saya trauma membawamya ke rumah sakit. Dia mulai mendapat perundungan dari orang-orang sekitar dan teman-temannya yang sudah terlanjur mempercayai kalau Ayahnya meninggal dunia karena virus Corona."

Saat itu juga saya menatap wajah si pasien muda yang duduk di kursi pesakitan tanpa berkata-kata. Saya melihat ekpresinya yang pasrah. Tiba-tiba saja saya teringat anak-anak saya. Dan saya ingin menangis.

Dokter kemudian meminta pasien muda itu datang kembali menghadapnya besok pagi untuk kontrol. Mereka menepati janji. Dan lagi-lagi, saya membantu dokter memeriksanya.

Mendapati suhu tubuhnya yang belum juga turun, saya sempat membisiki dokter. Menyarankan agar pasien dirujuk saja ke rumah sakit. Saya bilang, dengan rawat jalan saja itu tidak cukup. Karena bisa jadi si pasien membutuhkan tindakan infus dan lain-lain.

Keraguan sempat terlihat dari wajah Om dan Tante yang mengantar pasien. Mereka bilang si Ibu pasien masih trauma berhubungan dengan pihak rumah sakit.

Insting saya sebagai seorang Ibu membuat saya terus membujuk dokter agar meyakinkan keluarga si pasien. Bersyukur dua hari kemudian si Ibu bersama anak gadisnya---adik si pasien, datang berkunjung menyampaikan kabar bahwa anak laki-lakinya sudah ditangani oleh pihak rumah sakit.

Dalam kesempatan itulah saya dan dokter mendengarkan secara langsung kejadian yang menimpa suami si Ibu. Kami merasa sangat prihatin. Menghibur serta mendoakan semoga si Ibu tetap tabah menjalani ujian yang datang bertubi-tubi.

Usai bercerita panjang lebar, si Ibu minta diperiksa kondisi kesehatannya. Alhamdulillah semua baik-baik saja. Si Ibu hanya mengalami kelelahan sedikit akibat kurang istirahat. Itu saja. Dokter lalu memberinya vitamin.

Berhentilah Memainkan Jari-jarimu Menebarkan Berita Hoax!

Tiga dua hari ini warga Kota Malang dihebohkan oleh berita yang belum tentu kebenarannya. Hati-hati! Seorang Mahasiswa UB Jurusan Teknik Terjangkit Virus Corona!

Laiknya kabar burung, pesan hoax berantai tersebut cepat sekali tersebar ke mana-mana. Hingga sampai juga di telinga kami pagi ini.

Saya dan dokter tak habis pikir. Mengapa sampai ada berita kejam seperti itu? Alangkah disayangkan. Seolah mengambil kesempatan di sela hiruk pikuk tragedi Corona, beberapa pemilik jari-jari tak bertanggungjawab berlomba menebar isu yang belum tentu benar.

Tidakkah nurani kita tersentuh, bagaimana seandainya kita berada di dalam posisi si Ibu? Sudah terkena musibah ditinggal pergi orang tercinta, masih ditambah pula dengan isu-isu miring tentang kondisi kesehatan anaknya.

Saya adalah saksi hidup. Bagaimana keluarga itu menghadapi ujian yang menimpa mereka, bagaimana mereka berusaha menyembunyikan genangan air di sudut mata agar tetap tersenyum

Kawan, berhentilah memainkan jari-jarimu menebarkan berita hoax!

***

Malang, 15 Maret 2020

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun