Kubuka pintu usang berpalang itu, Ara. Aku membiarkan mataku kembali nanar menatap dunia luar. Dan aku melihatnya.
Sekali lagi kau benar, Ara. Aku memang telah jatuh cinta.
Cinta ternyata tidak bisa mati. Meski terbunuh atau sengaja dibunuh. Ia akan tetap hidup, bangkit dan bangkit lagi. Seperti sekawanan zombie.
Dan selayak dongeng Putri Tidur yang dikutuk sementara oleh nenek sihir, aku terjaga. Aku melihat kilatan cahaya itu di matanya. Mata seorang lelaki yang 'terlambat datang'. Lelaki yang selama ini disembunyikan bintang-bintang.Â
Di hadapanmu, Ara. Aku tak berani menunjukkan gerimis yang datang menari-nari. Aku khawatir kau akan memberi tahu pada lelaki itu. Dan lelaki itu lantas akan menegurku,"Jangan meratap!"
Aku tersipu. Menyudahi ceritaku. Memeluk bahagia.
Dan pohon Ara kembali menggoyangkan rerantingnya. Kali ini tidak hanya menggugurkan sehelai, tapi seluruh daun-daun. Hingga sekujur tubuhku tertimbun.
Sepertinya, pohon Ara cemburu pada lelaki yang 'terlambat datang' itu.
***
Malang, 22 November 2018
Lilik Fatimah Azzahra