Ya, ini memang tentang kita. Yang berusaha berjalan beriringan. Menyelaraskan langkah-langkah. Menyeruak rerimbun pagi, menyusuri pematang siang dan melewati senja yang merona hanya sekerling ujung mata.
Tapi lebih seringnya aku. Tertinggal jauh di belakangmu. Itu membuatku kembali terjatuh. Pada tempat yang sama. Yakni kubangan yang dipenuhi oleh bilur-bilur yang mengatasnamakan kenangan.
Berulangkali sudah kau mengingatkan. Agar aku segera beranjak bangkit. Usah memuja rasa sakit! Apalagisampai mendewakan kenangan. Sebab kenangan hanyalah masa lalu. Cukup disimpan di ruang hening selayak museum. Bukan untuk dipajang di sepanjang rantai pendulum.
Ini memang tentang diri kita. Yang tengah berupaya melukis sketsa asa. Di atas jembatan bambu yang kita ciptakan sendiri. Yang sesekali membuatku bergeming ragu. Akankah kaki terus melangkah mengikutimu--ataukah berhenti di separuh perjalanan waktu.
Ya. Ini masih tentang kita. Yang barangkali tak lagi berkeinginan. Menyelaraskan kaki tuk berjalan beriringan. Tersebab engkau tiba-tiba saja. Memanggulku di belakang punggungmu. Mempererat pelukmu seraya berseru riang.
Dengan begini, seumpama kau terjatuh lagi, kupastikan kau tak akan merasa sakit sendirian!
***
Malang, 08 November 2018
Lilik Fatimah Azzahra