Di sana kedua mertuaku yang penuh ambisi itu sudah duduk menunggu.
***
"Aku butuh bantuanmu, Bram, ini serius," ujarku kepada Bram, adik sepupuku.
"Bantuan apa, Mbak?" Bram mengernyitkan alis. Aku mengangkat tanganku meminta Bram untuk mendekat.
"Bisa kan, Bram, kau bawa dia bertemu denganku?" aku menatap Bram penuh harap. Bram tak segera menyahut, ia mengacak-acak rambut gondrongnya sejenak.
"Aku lebih bangga melihat Mas Bagas mengenakan seragam hijaunya dan mengokang senjata ketimbang memakai setelan jas hitam dan berdasi." Mataku menerawang jauh.
"Wokeeh, deh, Mbak. Jangan sedih begitu, aku berjanji akan membawa dia ke hadapanmu!" Bram berseru lantang sembari mengumbar tawa.
***
Aku menyerahkan setelan jas dan dasi hitam yang masih terlipat rapi.
"Selamat bertugas. Semoga acara debat kusir hari ini berjalan lancar," ujarku seraya mengulum senyum. Ia mengangguk. Diraihnya setelan jas itu, lalu mengenakannya dengan sedikit ragu.
"Kau pantas sekali memakainya," pujiku. "Bergegaslah, semua orang sudah menungggumu."
Tanpa menyahut ia berjalan menemui kedua mertuaku yang sejak tadi duduk menunggu di ruang tamu.