Aku memagut diri berlama-lama di depan cermin. Hampir tak percaya wajahku tampak begitu sumringah. Benarkah itu aku? Ken Dedes yang selalu murung dan sedih mengapa tiba-tiba memiliki secercah senyum begitu indah? Ah, pasti itu karena dia. Pemuda tampan bernama Arok itu. Ia telah berhasil mencuri hatiku.Â
Aku mendekatkan wajah nyaris menempel pada kaca benggala. Kusentuh bibir mungilku. Masih terasa kecupan lembutnya saat kami memadu kasih di kolam padusan beberapa saat yang lalu.
Wajahku memerah.Â
Derit pintu membuatku menoleh dan menepis segala lamunan. Kangmas Tunggul Ametung sudah berdiri menatapku.
"Dinda Dedes, sudah siapkah dirimu?"Â
Aku mengangguk kecil. Senyum yang semula menghiasi bibirku seketika memudar.
"Dinda, mendekatlah. Bantu Kangmas membuka kancing baju ini."
Setengah hati aku berdiri. Kudekati suamiku dengan kepala tertunduk seperti biasanya.
Kangmas Tunggul Ametung mengangkat daguku.
"Dinda Dedes, ada apa? Sempat kulihat tadi matamu bercahaya. Apakah benih-benih katresnan mulai tumbuh di hatimu Dinda?"
 Aku masih membisu.Â