Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Selembar Uang Lima Ribu

7 Februari 2016   06:47 Diperbarui: 7 Februari 2016   09:13 1038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Uang itu masih kugenggam. Erat. Selembar uang lima ribuan. Cukup bagiku untuk mewujudkan keinginan yang akhir-akhir ini terus membayangiku.

Aku siap melangkah ketika seorang pengamen datang. Menyanyikan lagu Camelia milik Ebiet G Ade. Lagu kesukaanku. Suaranya merdu mendayu-dayu. Membuatku tanpa pikir panjang lagi menyodorkan selembar uang lima ribu yang sejak tadi kugenggam.

"Terima kasih," pengamen itu tersenyum sumringah sebelum pergi.

Kuambil satu lembar lagi uang lima ribuan. Kali ini tekadku sudah bulat. Kulangkahkan kaki menuju toko Pak Jayadi, penjual barang-barang keperluan sehari-hari yang berjarak dua ratus meter dari rumahku.

Tapi baru beberapa langkah meninggalkan rumah, seorang ibu sepuh, peminta-minta membuat langkahku terhenti.

"Jeng, beri sedikit sedekah...."

Serta merta kuberikan selembar uang lima ribuan yang sedari tadi kugenggam. Ibu sepuh itu menerimanya dengan wajah penuh suka cita.

"Terima kasih, Jeng. Semoga banyak rezeki, sehat selalu dan panjang umur...."

"Amin..." tanpa sadar aku mengamininya.

Aku berbalik kembali menuju rumah. Mengambil selembar uang lima ribu dari dalam dompetku. Ah, tinggal satu. Kuselipkan uang itu ke dalam saku celana.

"Ada tali rafia, Pak?" tanyaku pada Pak Jayadi. Laki-laki pemilik toko itu diam sejenak. Lalu sibuk membongkar-bongkar barang dagangannya.

"Maaf Mbak, tali rafianya habis."

Aku kecewa. Kuseret langkahku meninggalkan toko dengan gontai.

Di ujung tikungan aku bertemu dua orang bocah. Mereka tengah berkelahi. Saling cakar dan saling tindih. Aku berusaha melerai seraya bertanya,"apa yang kalian perebutkan?"

"Ia merampas mainanku!" salah satu bocah mulai menangis sembari menuding temannya. Sementara yang dituding berusaha menyembunyikan mobil-mobilan di balik punggungnya.

"Berapa harga mobil-mobilan itu?' tanyaku.

"Lima ribu rupiah!" kedua bocah itu menyahut berbarengan.

Aku merogoh saku celanaku. Mengambil uang lima ribu yang kusimpan. Lalu kusodorkan pada bocah yang merampas mainan milik temannya itu.

"Kembalikan barang  milik temanmu. Nih, beli sendiri. Dan jangan bertengkar lagi."

"Terima kasih, Bu..." bocah itu berseru gembira. Dengan riang ia  mengembalikan barang yang bukan miliknya. Kedua bocah itu berpelukan. Sesaat kemudian mereka berlari meninggalkanku.

Sampai di rumah kuperiksa isi dompetku. Kosong. Tak ada lembaran lima ribuan lagi.

Aku berdiri termangu. Menatap wajah tuaku di depan cermin.

Ya, hari ini aku gagal mewujudkan keinginanku. Keinginan yang beberapa hari ini terus membayangiku. Keinginan untuk membeli segulung tali rafia. Seharga lima ribu.

Untuk apa?

Untuk menjerat leherku. Aku ingin mati. Gantung diri.

 

****

Malang, 07 Februari 2016

Lilik Fatimah Azzahra

*Sumber gambar:ramonchandra.blogspot.com

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun