Sehingga karena terlalu konsentrasinya pada penanganan virus asal Wuhan, China ini, mereka (Anies dan jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta) melupakan sektor lainnya termasuk penanganan banjir.Â
Terlebih, guna menangani pandemi covid-19, hampir seluruh anggaran yang ada di pemerintah pusat dan daerah lebih dari 50%-nya dialihkan.
Mudah-mudahan saja hipotesa penulis ini salah. Sebenarnya, Anies dan jajarannya telah memiliki formula jitu jika suatu saat musim penghujan datang. Sehingga kekhawatiran penulis akan adanya bencana banjir lebih parah tidak terjadi. Semoga.
Tapi, jika menilik dari sejarah dan kebiasaan, rasanya sulit juga. Saat Anies dengan bangganya memperkenalkan program naturalisasi banjir yang menurutnya cara lebih baik dibanding pemimpin sebelumnya dalam penanganan banjir, nyatanya hanya semacam pepesan kosong.
Boro-boro bisa mencegah, yang ada malah banjir datang lebih besar. Contoh kasus, saat terjadi hujan lebat pada awal tahun 2020 hampir seluruh Kota Jakarta dikepung banjir.
Parahnya, kawasan-kawasan yang sebelumnya tidak pernah terdampak, waktu banjir awal tahun justru malah lebih merata.
Tidak hanya terjadi di awal tahun, banjir jakarta waktu itu seolah enggan beranjak dari Kota Jakarta. Banjir terus terjadi hampir tiap pekan hingga akhirnya baru bisa surut di penghujung bulan Februari 2020.
Begitu banjir surut, Jakarta tidak langsung bisa bernafas lega. Sebab tak lama kemudian diserang oleh pandemi virus corona.
Jadi sangat beralasan jika penulis khawatir bahwa musim penghujan datang, banjir di Ibu kota negara ini bisa lebih parah. Mengingat tidak menutup kemungkinan, Anies dan jajarannya belum senpat merumuskan cara jitu dalam penanganan banjir.
Salam