Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kawin Kontrak

10 November 2019   12:17 Diperbarui: 10 November 2019   12:22 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ANDINI tampak sedang bermuram durja di teras rumah kontrakannya yang sangat sederhana. Tatapannya kosong mengarah ke halaman yang hanya dipenuhi kegelapan. Maklum, waktu sudah mendekati jam 10 malam.

Entah apa yang sedang dipikirkan gadis berparas cantik dengan tubuh tinggi semampai ini. Perlahan, bulir-bulir bening keluar deras dari kedua sudut matanya yang bulat, lalu mengalir membasahi pipinya yang putih mulus.

"Hey, kenapa engkau menangis?" Suara tanya yang datang dari balik pintu mengagetkan Andini.

"Eh, kamu Ros. Tidak apa-apa, aku hanya sedikit kurang enak badan saja," Jawab Andini, pada Rosa teman satu kontrakannya.

"Janganlah kau berbohong padaku..!Kita ini berteman sudah hampir tiga tahun lebih. Jadi aku tahu, kalau kau menyembunyikan sesuatu dariku. Ceritalah, ada apa!?" Tanya Rosa, sedikit mendesak Andini.

Didesak seperti itu, Andini hanya tersenyum pahit. Lalu mengusap air matanya dengan punggung tangan kanannya.

"Ayo. Ceritalah padaku..! Siapa tahu aku bisa bantu," desak Rosa, sambil memegang bahu kiri Andini.

"Aku lagi bingung. Ayahku di kampung sakit jantung parah. Perlu biaya ratusan juta untuk mengobatinya. Darimana uang sebesar itu bisa kudapatkan, dengan hanya jadi karyawan perusahaan kaya kita," terang Andini.

Mendengar curhat temannya, Rosa hanya bisa tertegun. Pikirannya juga bingung. Dana sebesar itu tak mungkin didapat, hanya dengan mengandalkan dari buruh pabrik. Kebetulan, selain satu kontrakan, Rosa dan Andini juga satu perusahaan. Jadi faham betul kemampuan keuangan temannya itu.

"Apa di kampung tidak ada barang atau apalah yang bisa dijual?" Tanya Rosa.
Andini hanya menggelengkan kepala, mendengar pertanyaan Rosa.

"Seluruh harta ayahku sudah habis dijual untuk biaya hidup dan pengobatan Sekarang, harta satu-satunya hanyalah rumah yang ditinggali. Itupun kalau dijual tak akan cukup untuk membiaya pengobatan," Jawab Andini, lirih.

Rosa makin buntu pikirannya. Ada rasa iba dan juga kecewa dalam hatinya, karena sama sekali tidak bisa meringankan beban yang sedang dirasakan sahabat baiknya itu. Hanya air mata yang bisa ia tumpahkan, sebagai bentuk empati atas kesusahan Andini.

Namun tiba-tiba Rosa terhenyak. Ingat sesuatu yang dirasa bisa membantu kesulitan finansial Andini.  

"Oh, ya ... An (nama panggilan Andini). Sebenarnya ada jalan untuk mendapatkan uang itu. Tapi...," Rosa tidak meneruskan kata-katanya.

"Tapi, apa? Ayo, cepat katakan..!" Desak Andini tidak sabar akan maksud temannya itu.

"Udahlah, lupakan! Pastinya kamu juga gak bakalan mau."

"Emangnya kenapa? Katakanlah dulu, siapa tahu aku setuju..!" Andini makin penasaran.

"Tapi ... Tapi ...."

"Jangan tapi-tapi. Ayo, cepat katakan...!" Desak Andini tidak sabar.

"Kamu ingat kan Mr. Singh, boss kita orang India itu?"

"Iya. Terus?" Tanya Andini lagi

"Dia kan suka dan ingin memperisteri kamu. Coba aja minta tolong padanya..!" Usul Rosa, dengan nada bicara pelan dan hati-hati. Karena takut menyinggung perasaaan Andini.

Mendengar usulan Rosa, wajah Andini seketika berubah pucat. Namun, matanya tajam menatap Rosa.

Rosa pun menjadi salah tingkah. Dalam hatinya menyesal telah memberi usul yang dianggapnya kurang tepat.

"Maaf ... Maaf..! Aku salah ya?" Perasaan Rosa jadi tak menentu. Apalagi, dilihatnya Andini kembali mencucurkan air mata.

"Aku mau menerimanya. Ini kulakukan demi ayahku," ucap Andini lirih. Air matanya semakin tak terbendung membasahi pipinya yang putih mulus.

"Benarkah? Ingat, An! Dia (Mr.Singh) hanya ingin mempersuntingmu dengan cara kawin kontrak saja. Tidak lebih."

"Tidak apa-apa. Demi kesembuhan ayah, aku rela lakukan apapun," balas Andini, memantapkan hatinya.

"Sekali lagi, aku tanya. Are you serious?"

"Ya. I do."

Yakin dengan kemantapan hati temannya, Rosa langsung memeluk Andini. Dalam hatinya, Rosa tahu betul, bahwa Andini terpaksa melakukan hal itu karena keadaan yang tidak memihak.

"Ya udah. Kalau gitu, besok kita coba obrolkan dengan Mr. Singh di kantor. Sekarang, mending kita tidur," ujar Rosa. 

Kedua wanita bersahabat itu akhirnya masuk ke dalam rumah kontrakan untuk beristirahat
***
"Really? Kamu mau terima tawaranku," Tanya Mr. Singh kepada Andini, yang sudah menghadap di kantornya.

Mr. Singh adalah boss Andini dan Rosa, yang usianya sudah hampir mendekati 55 tahun. Berperawakan tinggi, kurus dan kulitnya sedikit gelap.

"Ya, tuan. Saya mau menjalani kawin kontrak dengan tuan. Asal, tuan bisa memenuhi kebutuhan saya," jawab Andini. Coba menguatkan diri.

"Tell me..! Apa perlu kamu?" Tanya Mr.Sing dengan bahasa yang masih campur-campur. Karena memang belum fasih benar berbahasa Indonesia yang benar.

Ditanya demikian, Andini pun menceritakan kesulitannya. Dia sedang membutuhkan biaya sangat besar untuk biaya pengobatan ayahnya di kampung.
Karena hatinya sudah begitu suka terhadap wanita cantik di hadapannya. Mr. Singh menyanggupi syarat yang diajukan Andini.

"I see. Oke, saya sanggup bayar biaya pengobatan ayahmu, bahkan lebih. Tapi, kamu juga layani saya dengan baik dan tidak usah kerja lagi di sini. Bagaimana?

"Baik tuan. Saya sanggup," jawab Andini. 

Tak terasa air mata berlinang di sudut mata indahnya. Namun, segera ia mengusapnya, agar jangan sampai ketahuan Mr. Singh.

"Baik. Kalau begitu kita urus secepatnya perkawinan kita," Ucap Mr. Singh, seolah tak sabar ingin segera menikmati tubuh molek yang sudah lama didambakannya.
***
Setelah segala perayaratan dilengkapi, akhirnya Andini dan Mr. Singh resmi menjalankan hubungan perkawinan selama satu tahun kedepan. Ini disesuaikan dengan kontrak kerja Mr.Singh yang memang habis satu tahun lagi dan harus kembali ke negaranya.

Sejak saat itu Andini menjalani hari-harinya sebagai isteri kontrak Mr. Singh. Dia faham betul, sebenarnya kawin kontrak dilarang oleh pemerintah maupun agama. Bahkan, dalam agama Islam, kawin kontrak hukumnya haram. Karena kawin kontrak tidak berencana membina rumah tangga yang langgeng.

Kawin kontrak hanya bersifat sementara, semata untuk mencari kesenangan sesaat, tanpa ada tindak lanjut. Hal ini sungguh merugikan kaum perempuan. Apabila kontrak waktunya sudah habis, maka dengan sendirinya pernikahan bubar, tanpa ada talak dan tanpa ada hak waris. Sehingga tujuan dari kawin kontrak tidak sesuai dengan ajaran agama Islam.

Meski begitu, Andini terpaksa melakukan hal tersebut. Hari-harinya, harus terus melayani kebutuhan biologis Mr. Singh yang tidak ada puas-puasnya. Sungguh keadaan yang sangat menyiksa batin Andini. Bagaimanapun perkawinan yang dia jalani bukan berdasarkan cinta kasih.

Kendati demikian, di balik siksaan batinnya, Andini merasa bersyukur. Ayahnya kembali sehat berkat biaya yang ia berikan. Malah, kehidupan ekonomi kedua orang tuanya juga berangsur membaik. Karena, Andini selalu mengirimkan uang cukup banyak tiap bulannya.

Waktu berlalu, tak terasa ikatan kawin kontrak Andini sudah berlangsung 10 bulan. Itu artinya, Andini akan segera bebas dari belengu tali perkawinan dengan Mr. singh. Namun, di ujung perkawinannya ini, Andini malah mengandung anak Mr. singh.  Usia kehamilannya menginjak dua bulan.

Celakanya, boss dari India ini tidak akan pernah bertanggung jawab atas kehamilan Andini. Menurutnya, jika kawin kontraknya habis, otomatis tanggung jawabnyapun habis pula. Dan, tidak mau mengakui anak yang ada dalam kandungan Andini sebagai anaknya. 

Andini hanya bisa meratapi nasib. Dia tidak bisa melakukan apapun. Apalagi melawan terhadap Mr. Singh.

Tak terasa akhirnya ikatan kontrak Andini dengan Mr. Singh berakhir. Boss India itu pun kembali ke negaranya, tanpa harus peduli lagi dengan kondisi Andini yang tengah mengandung anaknya.

Kini, tinggal Andini sendiri diterpa rasa bingung luar biasa. Sempat terlintas dalam pikirannya untuk menggugurkan kandungannya yang sudah menginjak empat bulan. Namun diurungkan niatnya itu. Bagainmanapun jabang bayi yang ada dalam kandungannya tak bersalah.

Bersyukurlah Andini, masih ada Rosa yang selalu menguatkan hatinya. Karena Rosa pula, Andini membatalkan niatnya untuk menggugurkan kandungan.

"An, lebih baik sekarang kamu pulang saja ke kampung. Jujur saja pada kedua orang tuamu tentang kehamilan ini..! Biar nanti aku bantu menjelaskannya pada mereka," bujuk Rosa Pada Andini.

"Tapi aku takut Ros. Orang tuaku marah besar, karena mereka tidak tahu apa yang aku lakukan di sini, ditambah dengan kehamilanku ini," lirih Andini.

"Dengar An..! Lambat laun orang tuamu pasti tahu. Lebih baik berterus terang sekarang saja sebelum terlambat..! Lagian, buat apa di sini juga? Tidak ada yang bisa kamu kerjakan di sini. Ayo. Mending pulang saja..! Biar nanti aku bantu jelasin semuanya."

Andini pun akhirnya dengan terpaksa mengiyakan usulan Rosa. Tinggal di kota tanpa kerjaan dan sanak saudara kecuali Rosa, tentunya akan membuat hidupnya makin sulit.

"Baiklah, Ros. Aku ikuti usulanmu. Tapi, aku mohon bantu aku jelasin pada ayah dan ibu..!"

"Jangan khawatir. Pasti aku bantu jelasin pada mereka," balas Rosa, tegas.

"Terimakasih, ya. Kau memang sahabatku yang paling baik."

Demikianlah, akhirnya Andini diantar sahabatnya, Rosa, pulang ke kampung halamannya.
***
Malang bagi Andini. Setibanya di kampung halaman, kedua orang tuanya marah besar, mengetahui anak gadisnya itu tengah mengandung. Meski Andini dan Rosa telah menjelaskan beberapa kali tentang apa yang terjadi, tetap saja hal itu tak bisa meredam amarah kedua orang tua Andini.

"Aku tak sudi punya anak gadis seperti kamu. Lebih baik aku mati saja daripada mendapat malu seperti ini," bentak ayah Andini, sambil mengacung-acungkan telunjuknya ke arah wajah Andini.

"Tapi, ayah..! Andini lakukan ini semua demi kesembuhan ayah," Andini kembali mencoba membela diri

Namun, pembelaannya itu malah semakin membuat ayah Andini geram.

"Sudah ku bilang. Lebih baik ayahmu ini mati, daripada sembuh dengan mendapat malu dari seisi kampung. Sekarang, lebih baik kau pergi dari sini..! Aku tak sudi punya anak durhaka sepertimu."

Diusir ayahnya demikian rupa, Andini hanya bisa menangis. Dengan sangat terpaksa, wanita malang ini meninggalkan rumah kedua orang tuanya

Andini pun kembali ke kota dengan ditemani Rosa. Hati dan perasannya hancur, luluh lantak. Tak menyangka, niat tulusnya membantu orang tua berakibat fatal seperti ini. Sepanjang jalan hanya air mata yang bisa sedikit membantu menumpahkan segala kesedihannya.

Begitulah kita hidup di dunia. Niat baik jika dilakukan dengan cara kurang baik, tidak selamanya bisa diterima dengan baik pula.

SALAM...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun