Sedangkan, ibunya Melani juga tidak kalah syok. Sama sekali tak disangkanya, kalau permintaan anak gadisnya ini adalah sesuatu yang sangat sulit diwujudkan.
"Sayang, sudah berapa puluh kali mamah kasih tahu, kalau papahmu itu sudah meninggal."
"Bohong. Kalau memang sudah meninggal, dimana makamnya dan kenapa kita tidak pernah ziarah ke kuburannya?"
"Melani....!" Bentak ibunya.
"Kenapa mah? Apa salah Melani menanyakan papah? Atau, jangan-jangan kecurigaan Melani selama ini benar. Sebenarnya, papah masih hidup, tapi mamah tidak ingin Melani tahu keberadaannya. Apa benar begitu,mah?"
"Plakkkkk....," Pipi Melani ditampar ibunya.
"Ayo, tampar lagi Melani mah, tampar terus...!" Teriak Melani, sambil bercucuran air mata.
Namun, ditantang seperti itu, ibu Melani malah menangis sekeras-kerasnya. Menyesal atas perbuatannya barusan. Belum pernah sekalipun, dia menampar anak kesayangannya itu sekalipun.
"Maafkan mamah, sayang..!"
"Mamah tidak bermaksud menyembunyikan semua ini darimu. Cuma, waktunya saja belum tepat."
"Maksud mamah?" Melani penasaran dengan maksud ibunya.