Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

DPR Ada untuk Siapa?

4 September 2019   13:46 Diperbarui: 4 September 2019   14:18 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media Garuda | Ilustrasi: mediagaruda.co.id

SESUAI dengan namanya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sudah pasti keberadaan lembaga ini baik di tingkat pusat, maupun tingkat daerah provinsi dan kabupaten/kota (DPRD) adalah sebenar-benarnya untuk masyarakat, tanpa kecuali. Sebagai lembaga yang disebut-sebut sebagai penyambung lidah rakyat ini mempunyai tiga fungsi penting. 

Sebagaimana diatur dalam UUD 1945 pasal 20 ayat 1. Ketiga fungsi itu yaitu, fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Ketiga fungsi strategis ini sejatinya bisa digunakan lembaga DPR dan para anggotanya sebagai 'pedang tajam' untuk menyokong dan membela kepentingan rakyat. 

Fungsi-fungsi ini bisa disebut paripurna. Betapa tidak, mulai dari pembuatan undang-undang atau Perda, pembahasan anggaran serta pengawasan melekat pada lembaga ini. Bisa dibayangkan jika ketiga fungsi ini benar-benar dimanfaatkan sebaik-baiknya guna kepentingan rakyat, penulis kira tidak akan ada lagi masyarakat kita hidup dalam garis kemiskinan. Tidak ada lagi anak-anak penerus bangsa putus sekolah.

Namun realitanya, ketiga fungsi ini menurut hemat penulis masih jauh panggang dari api alias kehadiran lembaga ini belum benar-benar terasa kehadirannya oleh rakyat. Lembaga atau penghuni di dalamnya justeru masih banyak terjebak pada pusaran politik yang nyatanya lebih memikirkan kepentingan pribadi dan golongan. 

Hingga jadinya adalah praktik-praktik korupsi untuk memperkaya atau mempertebal kantung-kantung pribadinya masing-masing. Tak heran, pada akhirnya kita disuguhkan berita-berita, baik media cetak, elektro maupun media sosial tentang para anggota dewan yang terpaksa memakai rompi oranye dan menjadi pesakitan di balik jeruji besi. Hal ini semua tak lepas dari mental mereka masih sangat lemah. Wajar, kalau pada akhirnya rakyat seolah belum bisa merasakan kehadiran lembaga ini di tengah-tengah masyarakat.

Di Kabupaten Sumedang sendiri, prilaku anggota dewan terhormat setali tiga uang dengan prilaku anggota DPR yang ada di senayan. Mereka masih asik bermain-main dengan anggaran untuk kepentingan pribadinya. Jatah anggaran pribadi mereka atau lebih dikenal dengan sebutan dana aspirasi sebesar 1,5 Milyar per anggota masih belum teralokasikan dengan maksimal pada masyarakat. 

Karena dana yang rata-rata dikemas dalam bentuk kegiatan pembangunan insfrastruktur ini nyatanya sebagian balik lagi pada kantong pribadi anggota dewan berupa komisi dari fihak ketiga (pemborong pekerjaan jasa kontruksi). Belum lagi, dana milyaran rupiah yang mereka hambur-hamburkan untuk 'piknik' ke berbagai daerah di Nusantara dengan dalih kunjungan kerja atau syudy banding. Namun hasilnya?...Entahlah.

Sebagai penyambung lidah rakyat, para anggota dewan lama masih sangat minim prestasi, minim inovasi, minim kinerja. Mereka lebih cenderung banyak menuntut hak daripada melaksanakan kewajibannya. Tak heran pada akhirnya raport merah melekat pada mereka. Puncak dari kinerja buruk itu, lebih dari separuh, atau tepatnya 31 anggota dari 50 kursi yang tersedia tidak terpilih lagi pada periode 2019-2024.

Dewan Baru Harapan Baru
Banyaknya muka baru di DPRD Kabupaten Sumedang cukup membuka secercah harapan bagi masyarakat. Besar harapan, para anggota dewan baru ini bisa mengangkat kembali marwah dan kewibawaan gedung parlemen yang dibawa 'terjun bebas' oleh anggota sebelumnya. Semoga para legislator anyar ini bisa membawa angin perubahan ke arah lebih baik. Bekerja cepat dan tidak rakus pada anggaran dan jabatan. Karena sejatinya, anggota legeslatif itu adalah harapan dan kebanggaan masyarakat. 

Mereka adalah wakil rakyat yang seyogyanya memperjuangkan nasib rakyat. Mereka dituntut selalu mengedepankan kejujuran dan profesionalisme kerja. Dalam hal ini, harapan serta keinginan masyarakat harus benar-benar ada dalam rencana kerja serta diaplikasikan dengan sungguh-sungguh. Selanjutnya, tidak lagi menjadikan masyarakat sebagai subyek bersalah. Apabila, kelak rakyat menuding dan bersikap miring terhadap kinerja dewan.

Intinya, anggota dewan harus mampu memiliki jiwa merakyat dan besikap rendah hati. Karena memang mereka ada untuk masyarakat dan menjadi pelayan masyarakat. Bukan sebaliknya bekerja semata-mata untuk memperoleh strata ekonomi dan sosial yang lebih tinggi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun