Kualitas guru yang diharapkan mewujudkan terciptanya perubahan menuju masyarakat yang terdidik dan terbebaskan, masih jauh panggang dari api. Pada kenyataannya masih terdapat banyak hambatan yang ada, baik konseptualisasi pendidikan kita maupun turun-turunannya pada tingkat teknis. Jika mau menyelidiki, ada banyak hambatan termasuk budaya, birokrasi dan sistem pendidikan itu sendiri yang menghalangi penggilan guru untuk mempertahankan identitas dan integritasnya.Â
Seharusnya guru berperan sebagai actor dalam proses pembudayaan, transformasi nilai-nilai dan rekonstruksi masyarakat, sebagai guru malah melakukan pelanggaran etika sebagai pendidik dengan membocorkan soal-soal ulangannya sendiri, memfasilitasi kecurangan dalam pelaksanaan ujian nasional, ikut menjual buku-buku ajar dari penerbit yang memberi komisi memuaskan, atau ikut terlibat sebagai saksi yang menutup mulut atas beberapa tindakan manipulasi dan korupsi oleh birokrasi pendidikan atau pengelola sekolah.
a. Kekerasan fisik
Tidak sedikit guru yang beranggapan dengan cara menerapkan hukuman fisik, mereka akan mampu memenuhi tujuannya melaksanakan pendidkan dan akan mengubah perilaku siswanya. Tentu anggapan kurang benar. Bahkan bahanya memicu kebiasaan siswa yang mengerjakan sesuatu bukan karena kesadaran, melainkan menghindari hukuman. Hal yang lebih membahayakan lagi adalah jika terjadi dendam, malu, terhina atau akan menimbulkan emosi negative bagi siswa.Â
Tampaknya hukuman fisik seperti menyuruh anak didik membersihkan kamar mandi, berdiri di lapangan sambil menghormati bendera, menyuruh mereka berdiri di depan kelas, tendangan, pukulan, tamparan dan lain-lain tampaknya masih menjadi tindakan yang tidak jarang dilakukan oleh guru. Hasil penelitian membuktikan bahwa kekerasan pada peserta didik tidak hanya berupa kekerasan fisik saja, tetapi juga kekerasan nonfisik, seperti  pemberian tugas berlebihan, memberikan tugas prestasi terlalu tinggi, sehingga memaksa anak melakukan sesuatu diluar kemampuannya.
b. Kekerasan Nonfisik atau psikologi
Kekerasan nonfisik ini pun kerap terjadi di lembaga sekolah, mudah-mudahan birokrasi sekolah tidak memandang murid sebagai massa yang bisa menyetor uang untuk membiayai pendidikan, baik melalui pembayaran SPP atau iuran yang lainnya yang tidak jarang membebani. Â Hal ini yang jelas, siswa bukanlah pihak yang dapat diperlakukan apa saja. Mereka adalah manusia, terutama generasi yang tumbuh dan membutuhkan banyak perhatian.
Selain itu kekerasan psikologis ini meliputi pemberian tugas yang berlebihan, memberi target prestasi lebih tinggi dari kemampuannya dan memaksa anak  melakukan sesuatu di luar minatnya. Guru dan orang tua sering memaksa diri untuk mengatur dan menentukan masa depan anak. Hal ini sudah sering terjadi, oleh karena itu sudah saatnya kita untuk mengevaluasi diri.