Mohon tunggu...
eL Katigo
eL Katigo Mohon Tunggu... -

Belajar, mencari, memahami, meniru, memodifikasi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Etos Kerja Perspektif Islam

18 Maret 2015   11:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:29 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Benarlah ungkapan bahwa Islam merupakan satu-satunya agama yang sifatnya universal dan menyeluruh. Islam berlaku hingga akhir dunia. Segala aspek dalam hidup tidak satu pun yang luput dari sorotan syariat. Bukan hanya hablun minallah, tapi juga hablun minannas. Bukan hanya urusan ibadah yang merupakan hubungan vertikal dengan tuhan, tapi juga urusan yang berkaitan dengan pekerjaan dan hubungan horizontal dengan sesama makhluk Allah I.

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ [النحل : 89]

Menurut Ibnu Masud ayat ini menjelaskan bahwa dalam al-Quran terdapat penjelasan terhadap segala aspek ilmu pengetahuan, sedangkan menurut Syekh Mujahid, yang dimaskud dengan ayat ini adalah bahwa dalam al-Qur’an hanya terdapat penjelasan mengenai seluruh perkara halal dan haram, yang artinya hanya mencakup urusan agama saja. Mengomentari dua pendapat tersebut, Ibnu Katsir dalam tafsirnya cenderung condong pada pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Masud. Menurutnya pendapat ini sifatnya lebih universal dan menyeluruh, bahwa al-Quran mengandung segala macam ilmu, baik yang sudah lampau maupun yang akan terjadi, hukum halal haram, dan segala hal yang dibutuhkan oleh umat manusia, baik yang berkaitan dengan urusan akhirat, maupun duniawi.

Salah satu yang tidak luput dari sorotan Islam adalah semangat kerja dalam memenuhi kebutuhan duniawi. Bagaimanapun juga, Islam tetap memberi kebebasan kepada pemeluknya untuk mencari dan memenuhi kebutuhan duniawinya. Bagi Islam tidak ada hambatan bagi pemeluknya untuk menyibukkan diri dalam memenuhi kebetuhan hidup. Hal ini tentu saja dengan catatan tidak sampai meninggalkan kewajiban agama. Silahkan bekerja, namun jangan lupa pada aturan-aturan agama. Dalam surat al-Jum’ah Allah swt berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ  فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli[1475]. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jum’ah: 9-10)

Ayat ini cukup memberikan kecerahan bahwa Allah I tidak mengekang hambanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bersifat duniawi, namun kesibukannya dengan urusan duniawi tidak boleh sampai melalaikan kewajibannya dalam menunaikan perintah agama. Oleh karena itu, ia berkewajiban untuk meninggalkan aktifitasnya ketika adzan Jum’at berkumandang. Ketika kewajibannya sebagai bentuk pengabdian kepada sang pencipta sudah selesai ia laksanakan, silahkan ia kembali dan meneruskan aktifitasnya yang sempat ia tinggalkan. Silahkan bertebaran di muka bumi untuk mencari anugrah Allah I, namun jangan sampai hal itu melalaikannya dari mengingat Allah I.

فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا

Bekerja dalam Islam bukan sekadar aktifitas yang dilegalkan, namun lebih dari itu, bekerja bisa menjadi sebuah kewajiban bagi seseorang jika itu dalam rangka memenuhi perintah syariat; untuk memenuhi kebutuhan orang yang wajib ia nafkahi, karena bekerja merupakan sarana atau wasilah untuk bisa memenuhi tanggung jawab tersebut, sedangkan wasilah untuk bisa terpenuhinya hal wajib juga menjadi wajib. Inilah nilai plus yang dimiliki oleh umat Islam. Seseorang yang mampu menjalani gaya hidup semacam inilah yang dianggap sebagai orang-orang yang memiliki keistimewaan lebih.

Bagi Islam hidup bukan hanya mempertanggung jawabkan tugas manusia sebagai makhluk ciptaan Allah I untuk mengabdi, namun juga sebagai khalifah di muka bumi. Ini artinya manusia tidak hanya berkewajiban untuk beribadah, namun juga berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya, juga orang-orang tidak mampu yang ada di sekitarnya. Hal ini mengindikasikan bahwa kerja memiliki nilai urgensi sebagai tanggung jawab personal dan sosial. Tanggung jawab personal adalah tanggung jawab seseorang pada dirinya sendiri supaya hidup mandiri dan tidak bergantung pada orang lain. Adapun tanggung jawab sosial adalah tanggung jawab seseorang pada keluarganya untuk memenuhi nafkah hidupnya, mungkin juga pada orang-orang di sekitarnya yang tidak mampu. Rasulullah e bersabda:

منطلبالدنياحلالااستعفافاعنالمسألةوسعياعلىعياله،وتعطفاعلىجارهلقياللهتعالىوجههكالقمرليلةالبدر،ومنطلبهاحلالامكاثرامفاخرالقياللهتعالىوهوعليهغضبان

“Orang yang mencari dunia dengan cara yang halal, menjaga diri dari meminta-minta, tanggung jawab terhadap keluarga, empati terhadap tetangga maka akan bertemu Allah dengan wajah seperti bulan purnama. Adapun orang yang mencari dunia dengan cara yang halal, untuk bersaing dalam kekayaan dan kesomobongan, maka ia akan bertemu dengan Allah sedangkan Allah marah padanya. (HR. Thabrani dan Baihaqi)

Secara tidak langsung Hadis ini menjelaskan bahwa bekerja bukan sekedar tanggung jawab individu seseorang agar ia tidak meminta-minta, namun juga merupakan tanggung jawab sosial kepada orang-orang yang wajib ia nafkahi, atau kepada orang-orang yang ada di sekitarnya yang membutuhkan. Oleh karena itu, jika seseorang berkerja hanya untuk menumpuk-numpuk kekayaan demi saling menyombongkan diri dengan kekakayaan itu, maka ancaman baginya adalah ia akan mendapat murka Allah I kelak.

Dalam konteks ini, Islam tidak hanya “menyariatkan” budaya kerja, melainkan juga mengajarkan tentang nilai-nilai budaya kerja. Kerja merupakan suatu tindakan yang sangat terpuji, bahkan digolongkan dalam ketegori sabîlillah selagi tidak bertentangan dengan nilai ajaran Islam. Orang yang bekerja sesuai dengan nilai-nilai yang ditanamkan Islam berarti berada di jalan Allah I. Hal ini selaras dengan cerita salah seorang sahabat Nabi dalam hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani. Suatu hari Rasulullah e duduk-duduk bersama para sahabat, mereka melihat seorang pemuda energik dan kuat bekerja pada pagi hari. Sahabat lalu berkata: “Celaka pemuda ini! Kalau saja usia muda dan kekuatannya digunakan di jalan Allah”. Mendengar itu Rasulullah e bersabda: “Jangan berkata begitu, jika dia bekerja untuk dirinya sendiri supaya tidak meminta-minta dan tidak bergantung pada orang lain berarti ia di jalan Allah. Jika dia bekerja untuk kedua orang tuanya yang sudah lansia atau anak-anak yang masih kecil, berarti dia di jalan Allah, tetapi jika dia bekerja untuk bersaing dalam kesombongan dan kekayaan berarti dia berada di jalan syaitan.” (HR. Thabrani)

Di sini jelas sekali bahwa nilai budaya kerja yang hendak ditanamkan oleh Islam adalah bahwa bekerja merupakan usaha pemberdayaan diri sendiri dan orang lain, supaya tidak terjerembab dalam kubangan kesengsaraan hidup, yang pada gilirannya banyak meminta-minta dan mengemis di jalanan. Dengan bekerja merupakan usaha dalam menghindarkan diri dari meminta-minta yang dilarang oleh syariat, juga merupakan turur berperan dalam mengentaskan umat dari kemisikanan dan kefakiran, sedangkan kefakiran itu sendiri merupakan ranah rawan yang bisa menjerumuskan seseorang pada kekufuran.

Ibnu Katsir. Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, 277.

Al-Muwafaqat, juz 2, hlm. 317.

At-Thabrani. Musnadus-Syâmilîn, juz 9, hlm. 403. Maktabah Syamilah. Al-Baihaqi. Syu’abul Iman.

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun