Ilmu pengetahuan merupakan elemen fundamental dalam perkembangan peradaban manusia, dan pemahaman mendalam mengenai hakikat dan tujuan pengetahuan tersebut dapat dicapai melalui kajian filsafat ilmu. Filsafat ilmu, sebagai cabang filsafat, tidak hanya mempelajari konten ilmiah tetapi juga berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan krusial mengenai ontologi, epistemologi, dan aksiologi (Nurhayati, 2021). Melalui ketiga pilar ini, kita memperoleh perspektif yang tidak hanya mengungkapkan apa yang memproduksi ilmu, tetapi juga cara dan untuk apa ilmu tersebut digunakan.Filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang berusaha memahami hakikat dan struktur pengetahuan manusia. Ia menelaah apa yang dikaji oleh ilmu, bagaimana pengetahuan itu diperoleh, serta untuk apa pengetahuan tersebut digunakan. Dengan kata lain, filsafat ilmu menjawab tiga pertanyaan pokok: apa, bagaimana, dan untuk apa. Ketiga pertanyaan ini melahirkan tiga pilar utama, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Melalui ketiga pilar ini, manusia dapat memahami ilmu pengetahuan secara lebih mendalam, bukan hanya sebagai alat untuk menemukan kebenaran, tetapi juga sebagai sarana untuk membangun peradaban yang beretika dan bermartabat.
Ontologi: Hakikat dan Objek Kajian Ilmu
Ontologi membahas hakikat realitas yang menjadi objek kajian ilmu. Istilah ini mengacu pada keberadaan dan karakteristik subjek yang dikaji oleh setiap disiplin ilmu (Ritaudin, 2017). Sebagai contoh, fisika mendalami materi dan energi, sedangkan sosiologi mengkaji struktur masyarakat. Jujun S. Suriasumantri menyatakan bahwa ontologi ilmu bertujuan untuk menetapkan batas-batas realitas yang dapat dipahami melalui rasio dan pengalaman (Nurhayati, 2021). Dengan demikian, ontologi berfungsi untuk membedakan pengetahuan ilmiah dan non-ilmiah, mengatur cara ilmuwan berinteraksi dengan realitas yang dapat diverifikasi (Hutagalung, 2019). Jika tidak ada pemahaman ontologis yang jelas, pengetahuan ilmiah akan kehilangan landasan, membuka kemungkinan terjebaknya dalam spekulasi.
Epistemologi: Cara Ilmu Menemukan Kebenaran
Epistemologi menjawab pertanyaan mengenai cara pengetahuan diperoleh dan bagaimana pengetahuan tersebut dapat diuji kebenarannya. Epistemologi ilmu menekankan bahwa pengetahuan harus berlandaskan pada metode ilmiah yang sistematis (Nurhayati, 2021). Pendekatan ini melibatkan penggunaan rasionalisme dan empirisme, di mana peneliti melalui serangkaian langkah untuk membangun pengetahuan berdasarkan data yang dapat dibuktikan (Aditomo, 2017). Dalam proses ini, penting bagi ilmuwan untuk bersikap kritis dan terbuka terhadap perubahan teori, yang menunjukkan bahwa ilmu tidak statis tetapi selalu dapat berkembang dan diperbaiki (Damayanti, 2022). Ini mengharuskan individu untuk memiliki kemampuan menilai dan menyaring informasi dengan bijak, terutama di era di mana informasi menyebar dengan cepat (Damayanti, 2022).
Dalam konteks ini, ilmu pengetahuan modern berdiri di atas dua landasan besar, yaitu rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme menekankan peran akal dan logika dalam menemukan kebenaran, sedangkan empirisme menekankan pengalaman indrawi sebagai dasar utama pengetahuan. Kedua pendekatan ini berpadu dalam metode ilmiah, yaitu cara sistematis untuk memperoleh pengetahuan yang dapat diuji dan diulang.
Dalam metode ilmiah, peneliti memulai dengan mengamati fenomena, kemudian merumuskan masalah dan hipotesis, melakukan eksperimen, menganalisis hasil, lalu menarik kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh. Proses ini menjamin bahwa pengetahuan ilmiah bukan hasil dugaan, tetapi hasil pengujian yang terukur dan dapat.diverifikasi. Ilmu juga selalu bersifat terbuka terhadap perubahan. Suatu teori dianggap benar bukan karena diyakini banyak orang, tetapi karena sejauh ini belum ditemukan bukti yang menentangnya. Ketika bukti baru muncul, teori lama bisa direvisi atau digantikan, seperti halnya teori Newton tentang gravitasi yang kemudian disempurnakan oleh teori relativitas Einstein.
Epistemologi mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak dan final. Ia selalu berkembang seiring dengan penemuan baru dan kemajuan teknologi. Prinsip inilah yang membuat ilmu bersifat dinamis dan progresif. Melalui pemahaman epistemologis, manusia belajar untuk berpikir kritis, objektif, dan rasional dalam menghadapi informasi. Di era digital saat ini, di mana arus data dan berita menyebar dengan cepat, kemampuan untuk menilai kebenaran informasi berdasarkan bukti dan logika menjadi sangat penting. Dengan berpikir ilmiah, seseorang tidak mudah terjebak dalam opini atau klaim yang menyesatkan.
Aksiologi: Nilai dan Etika dalam Penggunaan Ilmu
Pilar terakhir, aksiologi, membahas nilai dan etika dalam penggunaan ilmu (Nurhayati, 2021). Aksiologi menegaskan bahwa setiap pengetahuan ilmiah dapat memiliki konsekuensi moral dan sosial (Nurhayati, 2021). Sebagai contoh, teknologi nuklir dapat memberikan manfaat energi alternatif tetapi juga berpotensi menciptakan bahaya besar jika disalahgunakan (Hastangka & Santoso, 2021). Oleh karena itu, penting bagi ilmuwan untuk mempertimbangkan nilai-nilai etika dan dampak sosial dari penemuan mereka. Dengan demikian, aksiologi tidak hanya membahas penerapan ilmiah, tetapi juga mendorong ilmuwan untuk bertanggung jawab atas implikasi dari penelitian mereka dalam masyarakat (Masrifatin, 2022).
Sejarah menunjukkan bahwa kemajuan ilmu selalu memiliki dua sisi. Energi nuklir, misalnya, bisa menjadi sumber energi alternatif yang ramah lingkungan, namun juga dapat digunakan untuk membuat bom yang menghancurkan kehidupan. Begitu pula dengan kecerdasan buatan yang kini berkembang pesat. Teknologi ini membantu manusia bekerja lebih cepat dan efisien, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran tentang hilangnya pekerjaan dan penyalahgunaan data pribadi.
Aksiologi menuntut manusia untuk selalu menimbang nilai-nilai etika dan kemanusiaan dalam setiap penerapan ilmu. Ilmu seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, bukan merusak kehidupan. Selain itu, aksiologi juga menegaskan bahwa ilmu harus berpihak pada kebaikan bersama. Dalam dunia penelitian, etika ilmiah menjadi pedoman penting agar proses pencarian pengetahuan tidak mengorbankan hak-hak manusia atau lingkungan. Seorang ilmuwan harus jujur dalam melaporkan hasil penelitiannya, menghormati subjek penelitian, dan mempertimbangkan dampak sosial dari temuannya. Ilmu yang berkembang tanpa kesadaran moral hanya akan melahirkan kekuasaan tanpa arah.
Ketiga pilar filsafat ilmu---ontologi, epistemologi, dan aksiologi---saling melengkapi dan membentuk satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Ontologi memberikan arah tentang apa yang dikaji, epistemologi menjelaskan bagaimana pengetahuan diperoleh, dan aksiologi menuntun bagaimana pengetahuan itu dimanfaatkan. Jika salah satu aspek diabaikan, ilmu akan kehilangan keseimbangannya.
Dengan memahami filsafat ilmu, manusia tidak hanya menjadi pengguna pengetahuan, tetapi juga pemikir kritis yang sadar akan hakikat dan tanggung jawabnya terhadap ilmu. Filsafat ilmu mengajarkan bahwa pengetahuan sejati tidak berhenti pada kemampuan mengetahui, tetapi pada kebijaksanaan untuk menggunakan pengetahuan itu demi kemanusiaan. Di tengah derasnya arus teknologi dan informasi, kesadaran ini menjadi semakin penting agar ilmu tetap berada dalam jalur etika dan nilai.
Ilmu yang bijak bukan hanya yang benar secara logis, tetapi juga yang bermanfaat secara moral. Memahami filsafat ilmu membantu kita melihat bahwa pengetahuan bukanlah tujuan akhir, melainkan jalan untuk mencapai kehidupan yang lebih bermakna. Ilmu tidak hanya memberi jawaban atas pertanyaan dunia, tetapi juga mengajarkan manusia untuk terus bertanya, berpikir, dan bertanggung jawab atas apa yang diketahuinya.
Daftar Pustaka
Aditomo, A. (2017). Pemahaman epistemologis calon mahasiswa mengenai ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam. Jurnal Psikologi, 16(1), 8. https://doi.org/10.14710/jpu.16.1.8-19
Damayanti, C. (2022). Manusia, pengetahuan, filsafat, dan teknologi: sebuah kajian, manfaat, dan sumbangan bagi hidup manusia. Studia Philosophica Et Theologica, 22(2), 204-229. https://doi.org/10.35312/spet.v22i2.440
Hastangka, H. and Santoso, H. (2021). Arah dan orientasi filsafat ilmu di indonesia. Jurnal Filsafat Indonesia, 4(3), 287-295. https://doi.org/10.23887/jfi.v4i3.38407
Hutagalung, J. (2019). Peranan filsafat ilmu dalam perkembangan ilmu hukum. Krtha Bhayangkara, 13(2), 197-207. https://doi.org/10.31599/krtha.v13i2.5
Masrifatin, Y. (2022). Manajemen pendidikan islam  dalam perspektif  filsafat ilmu. KJSK, 2(2), 200-212. https://doi.org/10.59240/kjsk.v2i2.15
Nurhayati, N. (2021). Filsafat ilmu peranan filsafat ilmu untuk kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan. Tasamuh Jurnal Studi Islam, 13(2), 345-358. https://doi.org/10.47945/tasamuh.v13i2.409
Ritaudin, M. (2017). Mengenal filsafat dan karakteristiknya. Kalam, 10(2), 127. https://doi.org/10.24042/klm.v9i1.324
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI