Sayangnya proses yang demikian bertahap telah memberi tanda, kita manusia jarang sempat mengamati dan memperhatikan gejala alam tersebut.
Yang terpikir adalah begitu musibah datang, dianggap sebuah kejutan tanpa pemberitahuan.
Dalam pemikiran sesaat, saking teratur dan bertahapnya kejadian di alam ini, seseorang memberikan pujian kepada tukang tali, tukang kayu pembuat tiang pancang untuk mendirikan tenda, pujian tukang pasak tiang, pujian tukang tenun kain pembuat tenda.
Suatu ketika orang-orang yang datang kepadanya akan merasa bosan dam sedih bila tidak ada pujian. Namun ketika mereka mengatakan sesuatu yang mereka sukai. Pemberi pujian letih.
Kemudian mereka pergi dan mengatakan berbagai hal yang tidak baik tentang pemberi pujian. Padahal sebenarnya mereka tergesa-gesa dan bosan.
Bagaimana mungkin kayu bakar pergi menghindari periuk? Itu tidak mungkin. Api dan kayu bakar pergi menjauh hanya karena melihat periuk terlalu lemah untuk menahan panas api.
Seperti halnya cermin, ketika kita mendekat, bayangan yang nampak akan mendekat. Namun begitu kita menjauh, maka bayangan pun akan menjauh.
Dua buah perumpamaan tentang tergesa-gesanya sebagian besar kita. Ingin segera menyelesaikan segala sesuatunya takut bosan datang menyerang. Padahal bosan sangat jauh kaitannya dengan ketergesa-gesaan.
Ketergesa-gesaan dengan alasan kebosanan menyerang seperti lautan dan buih.
Terakhir, agar tergesa-gesa perlahan sirna adalah tanamkan dalam diri sifat sabar dalam menghadapi setiap masalah. Menanamkan keyakinan bahwa setelah datang kesulitan pasti datang kemudahan harus benar tertanam.
Di samping itu menyelesaikan pekerjaan dan permasalahan  dengan cara mencicil, sehingga tidak muncul perilaku buru-buru ketika tiba waktu di titik akhir.