Malam ini hujan telah berhenti
Perjanjian pergi
Ancaman banjir tak terdengar lagi
Sisa rendaman perabotan tersingkir di ujung kamar
Cermin menyaksikan dengan seksama
Yang lama rusak tak terpakai
Dijauhkan kemudian dilupakan
Perabotan baru mengisi kamar-kamar
Sebentuk pujian mengelilinginya
Dalam barisan rapi bersaing minta dipuji
Bersaing mengisi pojokan kamar utama
Sebagai asesori paling sering telihat
Dalam decak kekaguman
Hanya itu yang ia pikirkan
Lupa dahulu dengan siapa berkaca
Dengan siapa melangkah tertatih kemudian perlahan disapih
Mampu berjalan dan berlari dikira sudah akan menjadi juara
Padahal belum apa-apa
Hanya sekelebat datang sambil tertawa
Selebihnya pura-pura
Sayangnya cermin tak pernah merasa terendam
Walau kemarin banjir telah menenggelamkan
Ketiadaan kilauan cahaya, cermin masih bisa membaca
Membuat kita sering lupa
Siapa jadi guru siapa
Murid jadi murid siapa
Lupa!
Kalau petunjuk dam arahan datang tanpa petir hanya hujan
Masihkah membuat kepala menegak dan berkata, "Aku sudah bisa! Kau pergi saja. Sekarang aku tak butuh kamu!"
Takkan layak hujan mengundang petir memberikan pelajaran dan menyambar hingga hancur berkeping
Kemungkinan hujan akan pergi, menanti doa dipanjatkan ketika kemarau panjang
Hujan mungkin akan hadir bersama kilat dan petir
Kau!
Ketika itu pasti takkan sempat berpikir
(Sungai Limas, 30 Maret 2020)