Sore itu, seraut wajah menatap lekat ke ujung jalan. Dua bola matanya mengintip lewat kaca jendela. Hujan pun masih menderu, hempasan tetesannya basahi kaca jendela. Sejak siang merindu sesosok lelaki, hingga sore tak kunjung tiba.
Seraut wajah masih memandang lekat ke ujung sana. Ingin teriak, namun hilang ditelan hujan menderu.
Seraut wajah berkaca-kaca, nuraninya tercabik perih dirantai sunyi. Hanya sebuah ego tak tertanding, meluluhlantakkan tembok pertahanan jiwanya. Goncang dihantam isak pilu.
Tatapan seraut wajah menembus tarian hujan, di sudut mata berlinangan cairan bening. Sampaikah sudah salam lewat hembusan angin, pada sosok lelaki di dalam bingkai? Rindu pelukan hangatnya lagi, namun sunyi tetaplah bernyanyi.
Seraut wajah menantikan gandengan tangan hangat. Ingin rasanya berlari menuju hujan tanpa alas kaki. Bercanda dalam hujan bersama ayah, sosok lelaki di dalam bingkai.
(Sungai Limas, 24 Februari 2019)