Di Indonesia juga sering terjadi hal yang sama. Jika memori kita masih segar, kita akan mengingat peristiwa rasisme yang terjadi beberapa waktu lalu di Yogyakarta. Beberapa mahasiswa Papua yang sedang studi di sana mengalami rasisme yang sama dan berakhir dengan kerusuhan.
Beberapa kasus di atas hanya mengingatkan kita bahwa rasisme itu masih terus dilakukan dan berbahaya. Tindakan semacam ini sangat tidak pantas dan perlu dihentikan.
Di sisi lain kita juga melihat bahwa ternyata manusia terkadang keliru dalam berempati. Kita lebih memiliki rasa peduli kepada makhluk lain; hewan, tumbuhan, benda, dan lainnya yang bukan manusia.
Kekeliruan dalam berempati ini membuat kita tidak rasional dan cenderung salah bertindak dalam hal kemanusiaan. Contoh sederhana, kita terkadang lebih peduli pada seekor kucing jalanan yang kumal daripada sesama kita yang membutuhkan makanan, pakaian, dan tempat tinggal.
Hal yang sama juga berlaku saat kita memperlakukan sesama. Tidak jarang kita temui suatu kesalahan ditoleransi karena orang yang bersangkutan memiliki kesamaan ras, suku, atau agama. Sebaliknya orang benar bisa diperlakukan tidak adil karena berbeda dengan kita.
Kita perlu belajar untuk tidak melakukan rasisme. Tidak perlu melihat warna kulit, ras, maupun agama. Jauh di bawah permukaan kulit, kita memiliki warna darah yang sama. Kita juga memiliki status dan sebutan yang sama yaitu "manusia".
Indonesia sebagai negara yang beraneka ragam suku, bangsa, budaya, maupun agamanya. Karena itu kita perlu menolak rasisme. Kita cukup menerima semua perbedaan itu dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.