Di sisi lain, Taufiq Ismail dalam puisinya yang berjudul "Ketika Semua Orang Menjadi Aktivis," ia mengkritik semangat berdemokrasi yang berlebihan dan hanya menjadi formalitas belaka. Ia menyatakan bahwa semangat untuk menjadi aktivis di masyarakat hanya dapat tercapai jika diimbangi dengan kejelasan tujuan dan niat yang baik. Puisi tersebut menggambarkan keterpurukan semangat kebebasan yang tiba-tiba berbalik menjadi rezim baru yang belum memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi warganya secara merata.
Puisi "Ketika Semua Orang Menjadi Aktivis" karya Taufik Ismail mengandung makna tentang keresahan mengenai situasi demokrasi dan sosial-politik di Indonesia pada masa orde baru. Puisi ini mencerminkan perjuangan dan semangat aktivis di Indonesia pada saat itu, yang tidak hanya mengharapkan perubahan, namun juga harus mempertaruhkan nyawa.
Puisi ini juga mencerminkan kegelisahan Taufik Ismail terhadap kondisi masyarakat pada saat itu, dimana banyak orang yang terlena dengan keadaan dan tidak berani untuk menyuarakan pendapat mereka karena takut akan resiko yang mungkin mengancam mereka.
Pada awal puisi, Taufik Ismail menggambarkan bahwa semua orang menjadi aktivis, namun mereka hanya berkumpul untuk sekedar minum kopi dan merokok, tidak ada aksi nyata yang dilakukan untuk membawa perubahan. Dalam hal ini, Taufik memperlihatkan bahwa semangat yang menggebu-gebu dan kemauan untuk berubah tidaklah cukup, tanpa adanya aksi nyata pada kenyataannya.
Namun, pada bagian akhir puisi, Taufik Ismail memunculkan harapan bahwa perjuangan tidak akan sia-sia dan semangat berjuang harus tetap dipertahankan, walaupun dalam situasi yang penuh dengan tekanan dan keterbatasan. Puisi ini dapat diartikan sebagai ajakan untuk tidak merasa terintimidasi oleh kekuasaan dan ketakutan, melainkan tetap mempertahankan semangat perjuangan dan menyuarakan pendapat dalam berdemokrasi.
Dalam konteks sekarang, puisi ini masih sangat relevan karena Indonesia masih mengalami banyak masalah sosial dan politik, seperti korupsi, intoleransi, kekerasan, dan lain-lain. Puisi ini dapat menjadi inspirasi bagi para aktivis dan masyarakat untuk terus bersikap kritis, mempertahankan semangat perjuangan dan memperjuangkan keadilan dalam kehidupan berdemokrasi dan bermasyarakat.
Dari karya-karya tersebut, dapat disimpulkan bahwa pandangan penyair Indonesia tentang demokrasi adalah kompleks dan turut mencerminkan kondisi masyarakat serta kondisi sosial-politik di Indonesia. Beberapa penyair menunjukkan kekecewaan dan keterpurukan semangat demokrasi, sementara yang lain memandang demokrasi sebagai bentuk pemerintahan yang lebih bermartabat daripada bentuk pemerintahan otoriter. Dalam banyak kasus, pandangan mereka tercermin dari kondisi masyarakat di mana mereka berada, di mana mereka mencoba untuk menyoroti kelemahan dan kelebihan yang ada dalam sistem demokrasi tersebut.
Demokrasi telah menjadi topik yang diperdebatkan pada seluruh dunia dan banyak pandangan yang berbeda dapat ditemukan dalam puisi-puisi penyair dari berbagai budaya dan zaman. Beberapa penyair menunjukkan pandangan positif tentang demokrasi sebagai bentuk kebebasan, sementara yang lain memiliki pandangan yang kurang optimis tentang kekurangan demokrasi. Namun, melalui puisi, mereka semua memanfaatkan kekuatan kata-kata untuk membawa perubahan dan refleksi yang lebih dalam tentang konsep demokrasi.
Batu, 9/3/2024
Biodata:
Eko Windarto.Penulis SATUPENA Jatim.Juara 1 Cipta Puisi Singapura 2017. Antologi puisi: Nyiur Melambai, dan Perjalanan. Menyabet juara cipta puisi di beberapa negara. Juara 1 Cipta Esai Kota Batu 2023, Juara Anugerah Jurnalis KOMINFO Kota Batuaru 2