Mohon tunggu...
Eko Nurwahyudin
Eko Nurwahyudin Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar hidup

Lahir di Negeri Cincin Api. Seorang kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Rayon Ashram Bangsa dan Alumni Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Motto : Terus Mlaku Tansah Lelaku.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menggelinding "Di Kaki Bukit Cibalak" (Resensi Buku Ahmad Tohari, Di Kaki Bukit Cibalak)

7 Mei 2021   17:01 Diperbarui: 7 Mei 2021   17:21 1239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul : Di Kaki Bukit Cibalak

Penulis : Ahmad Tohari

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Cetakan : Keenam, Januari 2019

Tebal : 176 halaman

ISBN : 9786020604176

Seperti gundu, budi pekerti itu bulat dan akan terus menggelinding dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Begitulah hukum alam yang dilukiskan Ahmad Tohari melalui novelnya yang berjudul Di Kaki Bukit Cibalak. 

Bukit yang berada di sekitar Desa Tangir itu menjadi lahan pencaharian yang kaya dengan tumbuhan kering dan keras seperti jati dan sebagai ladang untuk menggembala ternak-ternak penduduk.

Namun, seperti karya fiksi Ahmad Tohari sebelumnya, novel ini tidak jauh dari permasalahan wong cilik yang dicilikkan atau orang kecil yang dikecilkan, baik dikecilkan dari segi pendapatan ekonomi, akses terhadap hak-haknya maupun dari mentalitasnya sebagai manusia seutuhnya.

Novel yang ditulis pada pertama kali pada 1994 ini dibuka dengan sangat apik oleh penulis. Pembaca akan diajak menghayati pemiskinan penduduk di wilayah yang mempunyai potensi sumber daya alam yang kaya. 

Bergantinya tenaga hewan dan manusia dengan mesin di sektor pertanian, masuknya tauke-tauke yang membeli hasil lahan penduduk dengan hasil murah, serta masuknya produk-produk industri seperti parfum, sampo dan lain sebagainya, lengkap dengan iklannya mencirikan bahwa kapitalisme telah mengepung desa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun