Pemikiran Filosofis tentang Soil Block
Â
Tanah, Kesadaran, dan Kehidupan.
 Tanah sebagai Sumber Kesadaran, sebuah media Rekonsiliasi antara Manusia dan Alam .Tanah bukan sekadar media tumbuh tanaman --- tanah adalah entitas hidup yang menyimpan kesadaran alam.
Tanah merekam perjalanan waktu, kehidupan yang mati dan hidup kembali, serta energi ekologis yang terus berputar.
Dari pemahaman inilah ia melihat bahwa pertanian sejati bukanlah aktivitas teknis, tetapi tindakan spiritual --- cara manusia menyentuh kembali asal-usul kehidupannya.
"Manusia bukan penguasa tanah, melainkan bagian dari ingatannya."
Konsep soil block muncul sebagai wujud rekonsiliasi ekologis. tidak sekadar menciptakan media semai alternatif, tetapi memperkenalkan cara berpikir baru: bahwa tanah rawa, sedimen, dan bahan organik yang sering dianggap limbah, sesungguhnya adalah sumber kehidupan yang bisa dikembalikan ke siklus alam. Soil block menjadi simbol bahwa keberlanjutan tidak lahir dari industri besar, tetapi dari kesadaran kecil yang terus dirawat.
Dari sebuah Rawa, Rawa pening di Salatiga kita belajar Filsafat Rawa: Belajar dari Alam yang Diam. Â
Rawa, adalah guru yang sabar. Ia menyerap air, menyimpan karbon, menenangkan aliran sungai, dan memberi kehidupan bagi ikan serta mikroorganisme. Dengan mengambil sedimen rawa secukupnya, mengolahnya menjadi soil block, lalu menanam Kembali. Ia ingin menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya bisa berjalan selaras dengan pelestarian ekosistem.
"Rawa itu seperti ibu yang diam, tapi memberi segalanya --- asal kita tahu cara menyapanya dengan lembut."
Pada akhirnya Pertanian Sebagai Kesadaran, Bukan Sekadar Produksi.Â
Dalam pandangan ini, kesalahan besar dunia modern adalah menjadikan pertanian sebagai industri semata. Padahal, pertanian adalah perpanjangan tangan alam dalam menumbuhkan kehidupan.
Teknologi soil block bukan untuk mengejar efisiensi, tetapi untuk membangkitkan kesadaran --- agar manusia kembali melihat tanah sebagai sahabat, bukan objek eksploitasi.