Mohon tunggu...
Eko Daryono
Eko Daryono Mohon Tunggu... Guru - Blogger

Hidup adalah pilihan, maka pilihlah yang terbaik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gibran dan Kekuatan Politik Milenial

25 Juli 2020   00:57 Diperbarui: 25 Juli 2020   01:35 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gibran Rakabuming Raka (Solopos.com)

Awalnya, keputusan Gibran untuk ikut berkompetisi dalam bursa bakal calon walikota Solo 2020 memang mengejutkan politik tanah air terlebih di kalangan internal DPC PDI Perjuangan Kota Solo. Sebagian kalangan menilai keputusan tersebut merupakan bentuk "inkonsistensi", "aji mumpung", hingga "dinasti politik".

Sikap inkonsistensi muncul dari sikap Gibran yang dianggap pernah tidak menggunakan hak pilih, namun sekarang minta untuk dipilih.

Aji mumpung karena saat ini sang ayah menjabat sebagai presiden yang secara popularitas dan power mumpuni untuk memudahkan jalan Gibran. Kebesaran nama Jokowi akan memudahkan Giran membranding dirinya sebagai cawalkot. Termasuk bagaimana PDIP memberikan red carpet kepada Gibran yang baru 10 bulan menjadi anggota partai atau tanpa kaderisasi dari tingkat bawah.

Bahkan Gibran mencatatkan sejarah baru untuk kali pertama melakukan pendaftaran calon bupati/calon wali kota langsung melalui Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP.

Dinasti politik tentunya tidak lepas dari kedudukan sang ayah yang pernah menjadi Walikota Solo, Gubernur DKI, dan sekarang Presiden RI dua periode. Orang tentu berasumsi, saat ini Jokowi sudah berada di periode kedua menjabat sebagai pemimpin. Asumsinya "the next generation" dari estafet kepemimpinan tersebut jikalau bisa tetap berlanjut.

Sebagian kalangan yang lain menilai sah-sah saja Giran mencalonkan diri karena itu merupakan hak setiap warga negara. Siapapun patut diberi kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya. Orang boleh meragukan Gibran yang "mendadak politik".

Namun berkaca pada sejarah, di era millennium ini banyak pemimpin muda yang sukses menjadi politikus hingga akhirnya menduduki jabatan sebagai pemimpin sebuah negara.

Catat saja nama Sebastian Kurz, Juri Ratas, dan Volodymyr Groysman. Sebastian Kurz (Kanselir Austria), saat berusia 27 tahun sudah menjadi Menteri Luar Negeri.

Juri Ratas (Perdana Menteri Estonia) saat berusia 27 tahun sudah menjadi Wali Kota Tallin dan mengantarkan kota tersebut meraih European Green Capital. Volodymyr Groysman (Perdana Menteri Ukraina), saat berusia 28 tahun juga berhasil menduduki jabatan Wali Kota Vinnytsia.

Sejarah tersebut memunculkan rasa optimisme terhadap Gibran apabila kelak terpilih sebagai Walikota Solo. Meski berbeda bidang, kemimpinan Giran mestinya tidak perlu diragukan lagi. Berbekal pengalaman manajerial pengelolaan Chilli Pari dan waralaba Markobar selama hampir 10 tahun bisa menjadi alasan terasahnya kepemimpinan Gibran.

Lulusan Orchid Park Secondary School (Yishun, Singapura) dan Management Development Institute of Singapore tersebut juga memiliki modal "warisan" dari sang ayah yang pernah menjadi Walikota Solo dan pernah mengelola kota sekompleks DKI Jakarta saat menjadi gubernur. Referensi sang ayah tentu akan menjadi modal yang sangat berharga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun