Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Anak Bawang Tunjukkan Passionmu

20 April 2021   20:32 Diperbarui: 20 April 2021   20:43 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jadi pegawai atau karyawan baik negeri atau swasta, sepanjang karier kita masih pegawai atau karyawan, dengan status staff biasa, level anak bawang tetaplah melekat. Pernyataan ini mungkin salah, tapi faktanya begitu. Saya pribadi masih saja direndahkan, dibodohkan dan diremehkan oleh rekan kerja dan klien kantor yang belum tahu kapasitas saya. 

Dalam level karyawan, bodoh pintar, giat malas gajinya sama saja. Kamu tidak punya wewenang apapun, kecuali harus taat SOP. Inovasimu kadang dianggap tidak level, karena sekolahmu apa, kamu siapa dan kadang klien kantor saat kamu tugas di front office kantormu, merendahkan kamu. Seolah kamu petugas yang mempersulit suatu urusan, padahal kamu hanya bertugas menyampaikan persyaratan. Dikiranya kamu sedang akal amalan, dan klien kantormu itu minta menghadap boss. Ini fakta pengalaman pribadi karena sebagai karyawan, sudah resiko dianakbawangkan oleh mereka yang tidak tahu kapasitas dan integritas diri kita. Padahal bukan fresh graduate lagi. Jika sebagai pelayan publik kamu jaim dan sombong, juga salah. 

Bagaimana tips agar kita tidak dianakbawangkan sedemikian rupa, sehingga kita bisa nyaman berkarier ? Berikut ulasannya, semoga menginspirasi.

BALADA KARYAWAN 

jika levelmu karyawan, sampai pensiun pun harus ikhlas disuruh suruh atasanmu, walau sejatinya atasanmu berumur lebih muda. Jika sudah terlanjur jadi karyawan, harus ridho menerima hal tersebut, karena kamu harus taat aturan, dan diinstansi tersebut tidak butuh orang yang pintar, tapi orang yang manut. Siap siap saja jadi kerbau dicolok hidungnya. 

Sistem rekrutmen pegawai adalah asal muasalnya. Fresh graduate biasanya melamar kerja asal diterima. Yang penting kerja. Kenapa saat melamar kerja dulu kamu tidak melamar posisi manager? Atau jabatan menengah sesuai ijasah sarjanamu? Instansimu tidak salah memperlakukan kamu sesuai porsi diawal kamu melamar. Pandangan fresh graduate yang asal diterima kerja adalah cikal bakal dianakbawangkan dirimu, karena kapasitasmu dinilai berdasarkan kedudukanmu. Inilah balada karyawan. Apalagi disaat pandemi, cari kerja sulit dan syukuri jika masih dapat peluang, dengan resiko dianak bawangkan.

KARYAWAN TANGGUH 

bagi yang sudah terlanjur jadi karyawan, secara psikologi belajarlah seperti bunglon. Artinya dirimu harus punya kecerdasan mental menyesuaikan diri dengan pola kerja dan siapapun atasanmu. Sikap mengeluh, sambat dan protes pada cara kerja atasan, akan membuat dirimu tidak nyaman. Kerja akan terpaksa dan akan berdampak pada prestasi kerjamu. Malas dan tidak profesional. 

Jika terpaksa jadi karyawan karena segi umur sudah lanjut untuk resign dan andai resignpun kamu tidak punya daya tawar ditempat lain, langkah yang harus kamu lakukan adalah tetap rajin, semangat, ikuti aturan dan jangan mengeluh. Kamu kerja untuk sebuah sistem, tentu gaji dan fasilitas juga berbeda. Syukuri saja. Wajar yang penghasilannya besar adalah atasanmu, karena porsi tanggung jawab berada ditangan atasan.

PERSIAPAN PENSIUN ANAK BAWANG 

yang terjebak seumur hidup dalam skema karyawan melulu haruslah punya persiapan dini sebelum pensiun. Karyawan itu bertahun tahun disuruh suruh doang, sehingga semangat mandiri dari diri sendiri tidak ada. Saat tidak ada yang menyuruh, tidak akan punya inisiatif. Ini bukan nasib, tapi ini pola pikir yang harus dirubah. Saat pensiun apa yang kamu lakukan? Buka kantor di rumah? Bisakah? Punya modal berapa? Karyawan itu gajinya pas Pasan, sehingga saat pensiun jelas tidak punya modal. 

Kerja fisik jelas tidak mampu, karena faktor usia. Iya jika kamu nanti dapat uang pensiun bulanan, jika tidak apa yang akan kamu lakukan? Kebutuhanmu terus. Life style sudah terbentuk, terus tua tanpa penghasilan. Sejak muda dianakbawangkan, pensiun tua disengsarakan. Tanpa penghasilan. Banyak dari sahabat saya yang pensiun, tidak bisa terima kenyataan. 

Keliling kesahabat lamanya untuk minta uang bensin dan minta ditraktir makan. Mereka kadang jualan product yang secara ekonomis tidak memberikan keuntungan signifikan. Bahkan ada yang ikut bisnis MLM dan skema Ponzi. Kasian mereka, karena mereka tidak punya inisiatif entrepreneur sejak muda. Hanya bisa manut patuh pada atasan, setelah pensiun, tidak ada atasan yang memerintah. Proses inisiatifnya tumpul dan pensiun dalam kesedihan.   

ANAK BAWANG TUNJUKAN PASSIONMU 

Tak perlu malu berwirausaha, karena dengan wirausaha kamu bisa menemukan passionmu sendiri. Yang menikmati hasil perjuanganmu itu kamu sendiri, bukan apa kata tetangga. Kadang kita itu terlalu mengikuti omongan tetangga. Saat kita dirumah saja, dikira kita punya pesugihan ilmu hitam. Padahal kita itu adalah konten creator yang kerja di rumah dengan income jutaan. Youtuber misalnya. 

Menjadi wirausaha memang harus berpikir, bergerak dan berani berjuang. Yang mau enak tanpa usaha jelas tidak ada dalam kamus wirausaha. Kenapa wirausaha begitu menginspirasi saya? Berikut kisahnya 

20 tahun yang lalu saya dan teman sama sama lulus dari sebuah perguruan tinggi negeri. Saya mencoba melamar kerja di instansi pemerintah tapi ditolak karena ijasah sarjana saya pendidik, bukan teknis. Lowongan yang ada pakai ijasah SMA. Akhirnya saya pakai ijasah SMA dan diterima sebagai karyawan kelas menengah golongan 2a. Sebagai fresh graduate tentu bangga dengan seragam dinas dan sepatu mengkilatnya.

Teman saya punya jiwa entrepreneur. Dia tidak suka diatur jam kerja dan sistem disuruh suruh orang. Setelah lulus, dia menjadikan ijasah sarjananya sebagai pengalaman pembelajaran. Dia tidak melamar kerja di instansi apapun sekalipun ortu dan semua tetangganya cemas dan menebar ghibah. Namun dia nyantai saja dan semakin tekun belajar budidaya bebek. Seorang sarjana pendidikan memelihara bebek? 

Apa yang terjadi 20 tahun kemudian? Teman saya itu sudah bermobil seri terbaru, punya rumah layak diperumahan elit. Punya unit usaha ternak bebek dibeberapa tempat, dengan omset perbulan ratusan juta, dengan menguasai pemasaran daging bebek untuk lalapan dan produk telor asin. Secara finansial, dia bisa meningkatkan omset usahanya. 

Bagaimana dengan saya? Saya tetap bersyukur karena apa yang saya capai sesuai kapasitas saya. Jangankan mobil, motor saja pinjaman kantor berplat merah, itupun sering mogok karena motor seri lama. Yang seri terbaru jelas hak atasan saya. Rumah masih ngontrak, karena tidak bisa bayar uang muka perumahan. Untuk pingin sesuatu, harus pinjam bank, dan baru lunas setelah saya pensiun nanti. Saya sudah giat bekerja, bahkan sampai teman saya itu sudah tidur, saya masih kerja sampingan untuk dapat penghasilan tambahan. Sementara teman saya itu uang bekerja secara sistematis, jadi uangnya bekerja untuk dirinya, namun saya harus bekerja untuk mencari uang. 

Teman saya sudah menikmati freedom finansial, saya masih berjuang terus sekuat tenaga menemukan passion saya sendiri ditengah waktu jeda sepulang dari tugas kedinasan. Sebuah cara survive belaka, masih jauh dari freedom finansial. 

Inilah fakta nyata antara karyawan anak bawang dan entrepreneur. Apa ada hubungan dengan nasib? Saya kira hanya orang bodoh yang menyalahkan nasib buruk finansial. Semoga artikel ini menginspirasi termasuk untuk diri saya sendiri, karena usia semakin menua, tenaga semakin surut, mau apa saya nantinya jika hanya menyalahkan nasib? Semangat berentrepreneur, temukan passionmu. Tak ada yang tak mungkin, selama kita yakin dan mau memperjuangkan apa yang kita yakini. Pola pikir yang menyatakan tidak bisa, sebelum melakukan apa apa, adalah cermin pesimis dan takut tantangan.  Semoga menginspirasi.

Malang, 20 April 2021

Oleh Eko Irawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun