Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menelusuri Jejak Topeng Slilir: Membedah Sejarah Topeng Malangan (Bagian 2)

17 Januari 2021   21:15 Diperbarui: 17 Januari 2021   21:21 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasan dalam Rangka menelusuri jejak Topeng Slilir pada bagian 2 ini akan membahas tema sejarah topeng Malangan, dimana topeng Slilir pernah menjadi bahagian dari sejarahnya. Sebelum jauh membahas bagaimana sejarah topeng Slilir, kelurahan Bakalan Krajan Kota Malang, kita perlu membahas terlebih dahulu sejarah Topeng Malangan. berikut ulasannya :

Membahas seputar Malang pastinya tidak bisa lepas dari seni, tradisi, dan budaya khas Malang yang terkenal termasuk kulinernya. Salah satu kebudayaan Khas Malang yang terkenal yakni Topeng Malangan yang sudah melegenda.

Tradisi topeng di Malang sebenarnya tidak langsung tiba-tiba muncul, namun ada cerita dan perjuangan untuk membuat topeng Malangan dijadikan hiburan, wayang, dan tari topeng berkarakter yang indah. Ingin tahu ceritanya? Berikut kita ulas sedikit tentang topeng Malangan.

Sejarah Topeng Malangan sendiri berkaitan dengan salah satu kerajaan tertua di Pulau Jawa, yakni Kerajaan Kanjuruhan di Malang Raya, dengan rajanya bernama Gajayana, yang pada saat masa pemerintahannya berada dimasa keemasan. Ada pendapat yang menyebutkan topeng Malangan awal mulanya terinspirasi dari kebudayaan India, yang kala itu pedagang-pedagangnya banyak berdagang keluar negeri. India merupakan salah satu negara yang sering melakukan kontak dagang dengan kerajaan Kanjuruhan, sehingga tidak heran jika akhirnya bangsa kerajaan Kanjuruhan memahami kebudayaan dan sastra India, lalu menyadurnya menjadi pertunjukan topeng atau yang lebih dikenal wayang topeng.

Ada juga pendapat lain menyatakan sebaliknya. Justru topeng Malangan memang sejak awal merupakan hasil kreasi asli dari Malang, tanpa ada pengaruh dari luar. Pendapat lain ada lagi yang menyatakan kalau Topeng Malang merupakan hasil akulturasi budaya Cina yang dibawa oleh saudagar Cina dengan budaya lokal.

Berdasarkan prasasti-prasasti yang telah ditemukan, dinyatakan bahwa pada masa pemerintahan Raja Gajayana yang dimulai pada abad ke 8 Masehi, topeng sudah dikenal luas di Malang. Kala itu tari topeng menjadi media ritual para raja untuk memanggil roh leluhur. Kemudian pada masa Majapahit tari topeng (khususnya di Malang) menjadi tontonan yang menghibur bagi rakyat dan rajanya.

Yang semula hanya sebagai media spiritual, Topeng Malang berkembang menjadi media komunikasi dan hiburan. Sebagai media hiburan, cerita-cerita yang sering dipentaskan adalah cerita pewayangan Hindu-Budha seperti kisah Ramayana dan Mahabarata. Pada masa pemerintahan Raja Erlangga, kesenian topeng diubah dengan tujuan agar lebih mendekati kebudayaan lokal dan seni tari sehingga muncul lah tari topeng. Alasan memasukkan topeng dalam seni tari adalah untuk mendukung kenyamanan penari dan juga menutupi wajahnya yang tidak menggunakan riasan, karena saat itu memang susah untuk dilakukan. Jadi penari tari topeng yang sebenarnya,  tidak memakai riasan.

Topeng Malang, sebagaimana topeng dari daerah lain di Indonesia, bahkan di Jawa, memiliki ciri khas tersendiri yang mencirikan Malang. Adapun corak khas Malang dibuat dari pahatan kayu, serta penggambaran karakter tokohnya juga mencerminkan karakter khas orang Malang. Ini merupakan salah satu keunikan dari topeng Malang yang wajib untuk
dilestarikan khususnya warga Malang sendiri.

Terdapat banyak ragam karakter dalam Topeng Malangan, mulai dari karakter jahat, baik, lucu, melankolis, feminim, maskulin, bahkan karakter yang misterius atau susah ditebak.

Beberapa contoh dari tokoh dalam Topeng Malangan antara lain Dewi Sekartaji, yang menunjukkan kelembutan dan kebaikan hati. Panji Asmoro Bangun yang melambangkan kebijaksanaan, Bapang sebagai karakter antagonis yang pemarah dan penuh tipu muslihat. Ada juga Kelana, tokoh antagonis yang ambisius, serta topeng Gunung Sari yang melambangkan kebaikan hati, cerdik, memiliki sifat kesatria, dan memiliki jiwa petualang.

Kisah yang sering diangkat pada pementasan tari Topeng Malangan adalah kisah cinta Panji Asmoro Bangun dan Dewi Sekartaji, yang tidak hanya romantis melebihi kisah Romeo dan Juliet, namun juga heroik dan penuh petualangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun