Mohon tunggu...
Eko Saputro
Eko Saputro Mohon Tunggu... Ilmuwan - Widyaiswara Kementerian Pertanian RI

Eko Saputro dilahirkan di Desa Crewek, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah pada hari Ahad Pon, 9 Oktober 1983. Anak pertama dari lima bersaudara dari kedua orang tua petani kecil, Bapak Rusmin (almarhum) dengan Ibu Suwarti. Pendidikan dasar sampai menengah diselesaikan di Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1993 di SDN 1 Crewek, pendidikan lanjutan menengah diselesaikan pada tahun 1999 di SMPN 1 Kradenan dan pada tahun 2002 di SMUN 1 Kradenan. Seusai lulus SMU, penulis tidak dapat melanjutkan studi dan bekerja hanya sebagai office boy di Kota Yogyakarta sampai tahun 2004. Tahun 2004, penulis baru dapat melanjutkan pendidikan di Program Studi Teknologi Hasil Ternak (THT), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Hari Rabu, 16 Juli 2008 penulis memperoleh gelar Sarjana Peternakan setelah berhasil mempertahankan skripsi yang berjudul “Analisis Mutu Fisik, Kimiawi dan Organoleptik Susu Bubuk SGM 3 Madu PT. Sari Husada Yogyakarta” yang dibimbing oleh Allahyarhamah Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA. (Scopus ID: 55918858800) dan Dr. Zakiah Wulandari S.TP, M.Si. (Scopus ID: 57190666164). Tes CPNS Kementerian Pertanian jalur umum pada awal tahun 2009 mengantarkan penulis berkarir sebagai PNS pada UPT. Kementerian Pertanian di Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP) Batu. Tahun 2011, penulis berhasil lulus Diklat dan Seleksi Calon Widyaiswara oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI dan diangkat oleh Menteri Pertanian dalam jabatan fungsional widyaiswara Pusat Pelatihan Pertanian di BBPP Batu, yang dijabat sampai sekarang. Tes potensi akademik BAPPENAS 2014 dan seleksi oleh Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) telah mengantarkan penulis untuk berkesempatan melanjutkan studi formalnya di Program Studi Magister Ilmu Ternak, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro sejak 1 September 2014 melalui tugas belajar Kementerian Petanian RI. Hari Senin, 28 Maret 2016 penulis memperoleh gelar Master Sains setelah berhasil mempertahankan tesis yang berjudul “Penentuan Formulasi Kyuring Alami pada Pembuatan Dendeng Sapi” yang dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Valentinus Priyo Bintoro, M. Agr. (Scopus ID: 6506894629) dan Dr. Yoyok Budi Pramono, S. Pt., M.P. (Scopus ID: 56177694300). Saat ini penulis sedang melanjutkan studi formalnya di Program Studi Doktor Ilmu Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya sejak 1 September 2019 melalui tugas belajar Kementerian Petanian RI.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Tanpa Beternak, Susu dan Telur (Nabati) Dapat Diproduksi Melalui Proses Fermentasi Mikrobial

6 Desember 2022   09:29 Diperbarui: 6 Desember 2022   09:35 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Proses Produksi Susu Sapi vs. Susu Nabati Hasil Rekayasa Biologis Melalui Fermentasi Mikrobial (Dok. pribadi)

Susu Hasil Rekayasa Biologis 

 

Susu adalah sebuah sumber penting dari protein berkualitas tinggi. Kasein dan whey (air dadih) adalah protein utama dalam susu, terhitung masing-masing sekitar 76%--88% dan 16%--22% dari total kandungan protein. Fungsi dan gen pengkodenya telah diteliti dengan baik. Saat ini, konsumsi secara global dari produk susu meningkat stabil. 

Menurut sebuah survei dari Departemen Pertanian USA (USDA), produksi susu secara global sebesar 523 juta ton di tahun 2019, atau meningkat 0,96% dibandingkan tahun 2018. Konsumsi susu secara global sebanyak 188 juta ton di tahun 2019, atau meningkat sebesar 0,56% dari tahun 2018. Susu memiliki isu yang dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti intoleransi laktosa, alergi susu sapi, dan hiperkolesterolemia. Selanjutnya, keprihatinan terkait hormon susu dan residu antibiotik, gaya hidup yang berbeda dari konsumen, pencemaran lingkungan akibat peternakan, dan isu etika, harus menjadi perhatian dan pertimbangan.

Ilustrasi Proses Produksi Susu Sapi vs. Susu Nabati Hasil Rekayasa Biologis Melalui Fermentasi Mikrobial (Dok. pribadi)
Ilustrasi Proses Produksi Susu Sapi vs. Susu Nabati Hasil Rekayasa Biologis Melalui Fermentasi Mikrobial (Dok. pribadi)

Untuk mengatasi masalah yang disebutkan di atas, alternatif susu berbasis nabati telah diteliti. Susu berbasis tanaman tersebut diperoleh dengan mengekstraksi komponen terlarut dari material tanaman yang terdegradasi melalui metode ekstraksi berbasis air, diikuti dengan proses penyaringan, sentrifugasi, homogenisasi, dan pemanasan. Susu oat, kacang, dan almond, serta susu nabati lainnya adalah produk terbaru di pasaran. Namun, profil nutrisi yang tidak seimbang dan rasa sensorik yang tidak diinginkan dari produk tersebut telah membatasi akan konsumsi produk tersebut. Susu nabati saat ini yang ada di pasaran berbeda jauh dalam hal kandungan gizi, terutama untuk kadar protein atau vitamin yang tidak mencukupi, yang dapat membatasi aplikasi produk tersebut.

 

Dalam beberapa tahun terakhir, dengan pesatnya perkembangan pangan buatan biologis, banyak pabrik sel telah dibangun untuk mensintesis komponen pangan penting dan aditif pangan fungsional secara efisien. Biologi sintetis telah digunakan untuk mensintesis protein tertentu dan aditif oligosakarida untuk susu, seperti laktoferin, human milk oligosaccharide 2-fucosyllactose dan lacto-N-neotetraose. 

Perbandingan proses produksi susu secara tradisional dan alternatif susu nabati, ada banyak keuntungan yang didapat dalam penerapan biologi sintetik untuk menghasilkan susu tanpa hewan ternak. Pertama, sintetis mikrobial dari komponen susu dapat dilakukan di sebuah bioreaktor untuk menghindari polusi lingkungan, dan kontaminasi antibiotika dan hormon yang bisa disebabkan oleh metode tradisional. 

Kedua, fermentasi dari pabrik sel untuk memproduksi komponen susu bisa dilakukan dengan menggunakan media sederhana dengan bahan baku yang tersedia, seperti glukosa, pepton kedelai, sirup jagung, urea, dan garam anorganik, dengan biaya yang relatif rendah. Ketiga, kemampuan dari fermentasi microbial memiliki siklus pendek, dan fermentasi tidak terpengaruh oleh lingkungan dan cuaca. Keempat, pabrik sel bisa menghindari beberapa masalah seperti ekstraksi yang tidak efisien dari material tanaman, kehilangan dari produk target, dan rumitnya  protokol pasca pengolahan.

Saat ini, riset tentang protein susu terutama terfokus pada biosintesis dari laktoferin. Laktoferin sapi adalah sebuah agen antimikroba dan imunomodulator yang berada pada konsentrasi rendah dalam susu sapi. Jadi, pembangunan pabrik sel untuk biosintesisnya merupakan strategi yang menjanjikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun