Tempe Mendoan "Dong Gedang" di Alun-Alun Sidoarjo, Menggugah Selera Pengunjung
Jalan pagi sering saya lakukan pada hari Minggu di Alun-Alun Sidoarjo. Alun-Alun Sidoarjo merupakan ikon Sidoarjo yang di dalam terdapat monumen Jayandaru menjulang cukup tinggi di mana atasnya ada simbol ikan bandeng dan udang di cat berwarna putih semua. Monumen ini pertanda atau ciri khas Kabupaten Sidoarjo penghasil ikan bandeng dan udang yang dibudidayakan secara turun menurun.
Seperti biasanya namanya alun-alun sebagaimana di kota lain pulau Jawa kebanyakan letaknya berada di pusat kota. Alun-alun Sidoarjo merupakan fasilitas publik tentu menjadi daya tarik masyarakat Sidoarjo. Â Alun-alun Sidoarjo ini berbentuk empat persegi panjang difasilitasi trotoar yang cukup lebar sekelilingnya dimanfaatkan masyarakat untuk jalan pagi (jogging). Yang muda kebanyakan olahraga lari keliling alun-alun. Dulu saya waktu masih SMP bisa lari sampai 20 putaran. Kebetulan saya sekolah di SMP itu lokasinya dekat dengan Alun-Alun. Setiap jam pelajaran olahraga biasanya terlebih dahulu lari keliling alun-alun untuk pemanasan.
Selain kegiatan olahraga pagi bagi masyarakat di hari Minggu pagi, alun-alun juga dimanfaatkan untuk jualan makanan dan minuman (lapak/pedagang kaki lima) hampir 3/4 sekeliling alun-alun. Sedangkan 1/4-nya menghadap pendopo Kabupaten Sidoarjo dilarang bagi lapak/pedagang kaki lima.
Saya setelah jalan pagi istirahat sebentar, lalu cari makanan biasanya sarapan/makan nasi pecel dan minum teh hangat. Di saat jalan pagi keliling alun-alun ada yang menarik perhatianku yaitu di satu sudut alun-alun ada penjual tempe mendoan banyak pembeli sambil menunggu pesanan tempe mendoan yang digoreng. Tetapi saya belum tertarik membelinya, padahal tiap minggu jalan pagi melewati penjual itu. Akhirnya saya penasaran ingin mencicipi/membeli tempe mendoan khas Banyumas tertulis dalam banernya "Tempe Mendoan Dong Gedang". Nama yang antik "... Dong Gedang", saya pun pesan 4 tempe mendoan.
Tempe mendoan yang masih panas baru dientaskan dari wajan berisi minyak goreng, saya makan nunggu beberapa menit dulu dan tempe itu panasnya berkurang (hangat) baru saya makan dan ditaburi sedikit petis. Wahh...rasanya enak gurih dan tempenya empuk dan renyah yang dibalut tempung dong gedang menyatu warna kuning kecoklatan langsung habis hehe..lapar.
Jadi ini kekhasan tempe Banyumas yang membedakan dengan tempe goreng lainnya pada umumnya. Salah satu yang berbeda adalah tempe mendoan, kuliner khas Banyumas yang kini juga bisa dinikmati di Sidoarjo.
Di tengah banyaknya jenis tempe goreng yang beredar, Tempe Mendoan Dong Gedang berhasil mencuri perhatian. Saya pun sempat ngobrol dengan penjualnya seorang wanita muda yang melayani pembeli tempe. Sementara seorang lelaki muda menggoreng tempe. Bagiku produk ini memadukan cita rasa khas Banyumas dengan semangat kreativitas pelaku UMKM Sidoarjo. Tempe mendoan ini di buat dari dapur rumahan. Saya tanya alamat pembuatan tempe, katanya di Desa Sidokare tepatnya Bapak bisa cari di Google, lalu ketemu letaknya di Jl. Kutuk Barat, Cangkring, Sidokare. Wanita itu bercerita bahwa tempe mendoan yang dijual itu banyak dipesan oleh warung/kafe/resto bahkan restoran baik di Sidoarjo maupun Surabaya. Katanya lagi, Bapak bisa beli di Shopee, beli tepungnya pun bisa, bila ingin goreng tempe sendiri. Katanya lagi tepung itu racikan sendiri, jadi kekhasannya membedakan dengan yang lain. Tiba-tiba ada seorang naik sepeda motor datang langsung beli tepung dong gedang 1 kg dan tempe mentah satu kresek, batinku pasti orang ini ingin menggoreng tempe sendiri di rumah.
Kemudian, saya lihat lelaki muda itu dengan cekatan penggorengan tempe mendoan cukup cepat, terlihat tidak terlalu kering benar. Tempe mendoan yang produksi ini bentuknya segi empat tipis, beda dengan seperti tempe pada umumnya yang tebal persegi panjang.Â
Tekstur dan Cita Rasa yang Khas
Inilah perbedaan dengan tempe goreng biasa, mendoan memiliki potongan tempe yang tipis dan teksturnya lembut. Proses memasaknya pun tidak sampai kering. Adonan tepung berbumbu menjadi pelapis tempe, lalu digoreng sebentar hingga adonannya berubah warna kekuningan coklat lembut. Inilah yang membuat lapisan luar terasa sedikit renyah, sementara bagian dalam tetap empuk dan gurih.
Keistimewaan lain dari Tempe Mendoan Dong Gedang adalah komposisi tepungnya. Bumbu yang digunakan bukan sekadar tepung terigu, saya kira ada campuran rempah yang dirahasiakan (hak paten). Saat tempe diangkat dari minyak panas, aroma harum langsung menggugah selera.
Kini, mendoan tidak lagi identik dengan Banyumas saja. Di Sidoarjo, cita rasa itu hadir dengan sentuhan lokal tanpa mengubah karakter aslinya. Produk Tempe Mendoan Dong Gedang menawarkan tiga pilihan: tepung mendoan siap pakai, tempe mentah khas mendoan, atau paket kombinasi keduanya. Pelanggan bisa membeli untuk dikonsumsi sendiri atau dijual kembali di warung dan restoran.
Pemasaran Digital dan Jejaring Lokal
Salah satu hal menarik dari usaha ini adalah keberhasilannya memanfaatkan teknologi digital. Penjualan dilakukan melalui Shopee, sehingga pembeli dari berbagai daerah bisa menikmati cita rasa mendoan asli tanpa harus datang langsung ke lokasi produksi.
Namun penjualan tidak hanya mengandalkan dunia daring. Produk ini juga banyak ditemukan di warung dan resto sekitar Sidoarjo dan Surabaya, bahkan tersedia di lapak kaki lima dekat Alun-Alun Sidoarjo. Saya sudah tiga kali berkunjung ke sana di hari Minggu pagi dan selalu saja ramai pengunjung dan bisa jadi mungkin siang laku sampai habis.
Di lapak sederhana itu, penjualnya juga menyajikan berbagai gorengan panas seperti tahu goreng, pisang goreng, dan tentu saja tempe mendoan sebagai menu utama. Semua dijual dengan harga yang sama, Rp 2.500,- per biji, namun dari sekian pilihan, tempe mendoan tetap menjadi primadona. Aromanya yang khas membuat pembeli rela antre.
Melihat geliat usaha ini, tampak bahwa Tempe Mendoan Don Gedang tidak hanya sekadar kuliner, melainkan simbol keberhasilan adaptasi produk tradisional dengan pola konsumsi modern. Pelaku usaha di baliknya tidak meninggalkan akar tradisi, namun memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk memperluas pasar.
Dalam konteks kuliner lokal, Tempe Mendoan Dong Gedang menjadi contoh nyata bagaimana kearifan daerah lain bisa diadopsi dan dikembangkan secara kreatif tanpa kehilangan nilai aslinya. Kolaborasi antara resep tradisional dan semangat kewirausahaan modern menciptakan peluang ekonomi baru, sekaligus memperkaya cita rasa kuliner Sidoarjo.
Dari dapur kecil di Kutuk Barat hingga lapak kaki lima di Alun-alun Sidoarjo, Â Tempe Mendoan Dong Gedang menunjukkan bahwa kuliner tradisional mampu bersaing dengan makanan kekikinian seperti burger, pizza, dsb. Mendoan tidak lagi sekadar makanan khas Banyumas, melainkan sudah menjadi bagian dari masyarakat Sidoarjo yang menyukai tempe mendoan yang rasa gurih, lembut, dan sederhana dinikmati kapan saja.
Dengan demikian, Tempe Mendoan Dong Gedang adalah bukti nyata bahwa cita rasa Nusantara akan terus hidup selama masih ada generasi muda terus menjaga kuliner lokal (tradisional). Â
Sidoarjo, 12 Oktober 2025
Eko Setyo Budi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI