Kemudian, saya lihat lelaki muda itu dengan cekatan penggorengan tempe mendoan cukup cepat, terlihat tidak terlalu kering benar. Tempe mendoan yang produksi ini bentuknya segi empat tipis, beda dengan seperti tempe pada umumnya yang tebal persegi panjang.Â
Tekstur dan Cita Rasa yang Khas
Inilah perbedaan dengan tempe goreng biasa, mendoan memiliki potongan tempe yang tipis dan teksturnya lembut. Proses memasaknya pun tidak sampai kering. Adonan tepung berbumbu menjadi pelapis tempe, lalu digoreng sebentar hingga adonannya berubah warna kekuningan coklat lembut. Inilah yang membuat lapisan luar terasa sedikit renyah, sementara bagian dalam tetap empuk dan gurih.
Keistimewaan lain dari Tempe Mendoan Dong Gedang adalah komposisi tepungnya. Bumbu yang digunakan bukan sekadar tepung terigu, saya kira ada campuran rempah yang dirahasiakan (hak paten). Saat tempe diangkat dari minyak panas, aroma harum langsung menggugah selera.
Kini, mendoan tidak lagi identik dengan Banyumas saja. Di Sidoarjo, cita rasa itu hadir dengan sentuhan lokal tanpa mengubah karakter aslinya. Produk Tempe Mendoan Dong Gedang menawarkan tiga pilihan: tepung mendoan siap pakai, tempe mentah khas mendoan, atau paket kombinasi keduanya. Pelanggan bisa membeli untuk dikonsumsi sendiri atau dijual kembali di warung dan restoran.
Pemasaran Digital dan Jejaring Lokal
Salah satu hal menarik dari usaha ini adalah keberhasilannya memanfaatkan teknologi digital. Penjualan dilakukan melalui Shopee, sehingga pembeli dari berbagai daerah bisa menikmati cita rasa mendoan asli tanpa harus datang langsung ke lokasi produksi.
Namun penjualan tidak hanya mengandalkan dunia daring. Produk ini juga banyak ditemukan di warung dan resto sekitar Sidoarjo dan Surabaya, bahkan tersedia di lapak kaki lima dekat Alun-Alun Sidoarjo. Saya sudah tiga kali berkunjung ke sana di hari Minggu pagi dan selalu saja ramai pengunjung dan bisa jadi mungkin siang laku sampai habis.
Di lapak sederhana itu, penjualnya juga menyajikan berbagai gorengan panas seperti tahu goreng, pisang goreng, dan tentu saja tempe mendoan sebagai menu utama. Semua dijual dengan harga yang sama, Rp 2.500,- per biji, namun dari sekian pilihan, tempe mendoan tetap menjadi primadona. Aromanya yang khas membuat pembeli rela antre.
Melihat geliat usaha ini, tampak bahwa Tempe Mendoan Don Gedang tidak hanya sekadar kuliner, melainkan simbol keberhasilan adaptasi produk tradisional dengan pola konsumsi modern. Pelaku usaha di baliknya tidak meninggalkan akar tradisi, namun memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk memperluas pasar.
Dalam konteks kuliner lokal, Tempe Mendoan Dong Gedang menjadi contoh nyata bagaimana kearifan daerah lain bisa diadopsi dan dikembangkan secara kreatif tanpa kehilangan nilai aslinya. Kolaborasi antara resep tradisional dan semangat kewirausahaan modern menciptakan peluang ekonomi baru, sekaligus memperkaya cita rasa kuliner Sidoarjo.
Dari dapur kecil di Kutuk Barat hingga lapak kaki lima di Alun-alun Sidoarjo, Â Tempe Mendoan Dong Gedang menunjukkan bahwa kuliner tradisional mampu bersaing dengan makanan kekikinian seperti burger, pizza, dsb. Mendoan tidak lagi sekadar makanan khas Banyumas, melainkan sudah menjadi bagian dari masyarakat Sidoarjo yang menyukai tempe mendoan yang rasa gurih, lembut, dan sederhana dinikmati kapan saja.
Dengan demikian, Tempe Mendoan Dong Gedang adalah bukti nyata bahwa cita rasa Nusantara akan terus hidup selama masih ada generasi muda terus menjaga kuliner lokal (tradisional). Â