"Kereta Cepat Jakarta-Bandung itu kan business to business, jadi untuk kereta cepat Jakarta-Bandung itu tidak ada utang pemerintah. Tidak ada utang pemerintah karena dilakukan oleh badan usaha, konsorsium badan usaha Indonesia dan China, di mana konsorsium Indonesianya dimiliki oleh PT KAI," kata Suminto dalam Media Gathering APBN 2026 di Bogor, Jawa Barat, Jumat (10/10).
Ia memastikan dari seluruh porsi utang dalam proyek kereta cepat dilakukan berdasarkan pinjaman dari badan usaha. Sehingga, tidak ada pinjaman pemerintah dalam proyek tersebut. "Jadi perbedaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang ada porsi equity dan ada porsi pinjamannya itu. Kesimpulannya adalah equity dan pinjaman dari badan usaha, jadi tidak ada pinjaman pemerintahnya," ujar Suminto.
Jauh Di Bawah Target
Menurut laman inilah.com jumlah penumpang kereta cepat Whoosh pada tahun 2024 hanya mencapai 6,06 juta orang, atau sekitar 37% dari target. Hal ini berdampak untuk balik modal dengan cepat. Perkiraan balik modal jika rata-rata okupansi hanya 50%, diperlukan sekitar 76 tahun bagi proyek untuk balik modal. Dengan kondisi ini, menambah frekuensi perjalanan justru dapat menambah beban operasional.
Hal yang menyebabkan atau faktor penurunan kereta cepat merujuk pada beberapa hal yaitu penurunan operasional akibat gangguan (seperti tersangkut layang-layang atau gempa), penurunan jumlah penumpang yang jauh di bawah target, atau penurunan beban finansial yang sedang dinegosiasikan pemerintah Indonesia dengan China terkait utang proyek.
Sejumlah BUMN terjerat utang lebih dari US$5 miliar atau setara Rp 81,39 triliun sebagian besar dari CDB. Masalahnya, pemerintah optimistis kereta Whoosh bisa cepat balik modal, dengan target bisa mengangkut 16 juta orang per tahun. Realitanya? Setengahnya saja enggak sampai.
Berdasarkan data KCIC, jumlah penumpang Kereta Whoosh hingga akhir Juni 2025, hanya 2.936.599 penumpang. Anggaplah 3 juta penumpang selama 6 bulan beroperasi, atau setara 18 persen dari target setahun. Mengalami kenaikan 10 persen jika dibandingkan paruh pertama 2024 yang mencapai 2.668.894 penumpang. Pada 2024, penumpang kereta Whoosh mentok di 6,06 juta orang. Atau hanya 37 persen dari target. Artinya, jangan bicara untung apalagi balik modal untuk proyek kereta Whoosh.
Utang proyek kereta Whoosh sebesar US$7,3 miliar itu, 75 persen adalah duit utangan CBD yang bunganya berkisar 3,5 dan 4 persen per tahun. Artinya, konsorsium KCIC saham mayoritasnya dimiliki PT KAI harus membayar bunga sekitar Rp 2 triliun setiap tahun. Selain itu, laporan keuangan PT KCIC menunjukkan kerugian yang terus berlanjut. Meskipun penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, kerugian pada semester pertama tahun 2025 masih menyentuh Rp1,6 triliun, yang jelas merugikan pemilik mayoritas PT KAI, yakni negara.
Upaya Penyelesaian dan Restrukturisasi
Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) sedang menjajaki mekanisme pelunasan beban utang Kereta Cepat Whoosh, termasuk melalui restrukturisasi. Dengan adanya upaya restrukturisasi oleh Danantara untuk menyelesaikan masalah keuangan. Tujuannya adalah untuk menyelesaikan masalah keuangan yang diakibatkan oleh utang proyek Kereta Cepat Whoosh agar tidak terus menjadi "bom waktu" finansial.
 Sebagaimana diketahui bahwa pernyataan Menteri Keuangan telah menegaskan bahwa utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh bukan tanggungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).  Menurutnya, hingga saat ini Kementerian Keuangan belum menerima pembahasan resmi dari pihak terkait mengenai usulan agar sebagian utang PT KCIC ditanggung negara. Hingga saat ini Kementerian Keuangan belum menerima pembahasan resmi dari pihak terkait mengenai usulan agar sebagian utang PT KCIC ditanggung negara.