Mohon tunggu...
EKI WIRATAMA PUTRA
EKI WIRATAMA PUTRA Mohon Tunggu... Pegawai Swasta, Mahasiswa

Saya adalah orang yang pekerja keras, simple, dan tidak banyak bicara. Saya juga sedang menempuh pendidikan Universitas Mercu Buana NIM saya adalah 41322110039

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Etika Stoicism Sebagai Transfigurasi Diri Menjadi Sarjana yang Berbahagia

24 April 2025   00:40 Diperbarui: 14 Mei 2025   00:01 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam Stoicism, berpikir positif dimulai dengan membedakan apa yang bisa dan tidak bisa kita kendalikan. Kita tidak bisa mengontrol cuaca, perilaku orang lain, atau hasil dari usaha kita. Namun, kita selalu bisa mengendalikan sikap, reaksi, dan keputusan kita sendiri. Ini adalah fondasi dari sikap mental yang kuat dan optimis.

Berpikir positif dalam Stoicism juga berarti menerima kenyataan tanpa keluhan, lalu memilih sikap terbaik terhadapnya. Misalnya, ketika menghadapi kegagalan, seorang Stoik tidak larut dalam penyesalan, tapi merenung: "Apa yang bisa kupelajari dari ini?" atau "Bagaimana aku bisa bertumbuh?" Ini adalah bentuk positif yang realistis.

Selain itu, Stoicism mengajarkan untuk bersyukur atas hal-hal kecil dan tidak menggantungkan kebahagiaan pada hal eksternal. Menyadari bahwa hidup ini singkat (memento mori), justru membuat kita lebih menghargai waktu, orang-orang terdekat, dan kesempatan untuk hidup dengan nilai.

Dengan membangun kontrol diri, menjalani hidup sesuai kebajikan, dan menerima hal-hal sebagaimana adanya, Stoicism mendorong kita untuk menjadi optimis yang tangguh---bukan karena hidup selalu mudah, tapi karena kita mampu menghadapinya dengan kepala tegak dan hati yang damai. Inilah bentuk sejati dari berpikir positif menurut Stoikisme.

*Teori komunikasi Lasswell's

Model komunikasi Lasswell menjelaskan komunikasi dengan lima unsur:

Stoicism, sebagai filosofi hidup yang menekankan kebajikan, pengendalian diri, dan rasionalitas, dapat diterapkan dalam tiap unsur ini untuk menciptakan komunikasi yang lebih efektif dan bermakna.

1. Who (Siapa yang berbicara):

Seorang Stoik akan memastikan dirinya sebagai komunikator yang berkebajikan, tenang, dan bertanggung jawab atas apa yang disampaikan. Ia tidak tergesa-gesa atau emosional, melainkan mempertimbangkan kata-katanya dengan bijak.

2. Says What (Mengatakan apa):

Isi pesan seorang Stoik bersifat jujur, konstruktif, dan penuh integritas. Ia menghindari manipulasi, fitnah, atau emosi yang meledak-ledak. Pesan disampaikan demi kebaikan, bukan sekadar reaksi sesaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun