Mohon tunggu...
Eki Saputra
Eki Saputra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penulis lepas, pelahap buku, pencinta dongeng. Menulis apa pun yang sedang ingin ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membiarkan Perundungan Sama Jahatnya dengan Pelaku Perundungan

3 September 2021   17:07 Diperbarui: 6 Februari 2022   10:46 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membiarkan korban perundungan sama jahatnya dengan pelaku perundungan (ilustrasi oleh Pixabay.com)

Beberapa tahun yang lalu, saya pernah menyaksikan sebuah eksperimen di stasiun televisi lokal. Saya lupa tepatnya acara apa, yang saya ingat, di acara tersebut tiga aktor dipersiapkan untuk memerankan adegan perundungan di dekat keramaian, sementara itu para kru bersembunyi dari jauh sembari merekam adegan tersebut diam-diam. 

Tujuan dari eksperimen sosial ini, yakni melihat reaksi orang-orang saat melihat langsung perundungan. Lalu apa hasil eksperimen tersebut?

Ternyata masih ada segelintir orang yang tergerak untuk mencegah perundungan dengan berupaya melindungi korban dari pelaku. Walaupun sebenarnya lebih banyak lagi yang berpura-pura tidak melihat kejadian, bertingkah masa bodoh dan hanya berlalu-lalang di dekat korban.

Potret semacam ini sebetulnya bukan hal yang baru dan mengejutkan buat kita semua. Tanpa eksperimen pun, kita sudah sering memperhatikan bahwa perundungan kerap kali tidak hanya melibatkan keberadaan korban dan pelaku. 

Ada juga sejumlah saksi yang berada di lokasi kejadian, namun kebanyakan mereka hanya menonton dan tidak berupaya menghentikan aksi pelaku. Kasarnya, tak ada usaha mereka memihak kepada korban. Bahkan beberapa kasus yang saya amati belakangan ini, para saksi merekamnya untuk dijadikan lelucon, alih-alih sebagai bukti penting demi melindungi korban.

Situasi ini diperparah dengan sikap institusi di negara kita seperti tak acuh bila berhadapan dengan laporan kasus perundungan. Alih-alih hendak membela korban dengan meneruskan kasus ke jalur hukum, kebanyakan malah 'meremehkan' kondisi mental korban dengan berupaya menyelesaikan kasus secara 'kekeluargaan'.

Lihat saja misalnya kasus perundungan di sekolah yang melibatkan kekerasan fisik. Pihak sekolah sering kali berusaha mendamaikan pelaku dengan korban menggunakan surat perjanjian, padahal penganiayaan sudah termasuk dalam ranah pidana.

Contoh yang menarik untuk dibahas, misalnya kasus KPI baru-baru ini. Selama tahun 2012-2020, menurut pengakuan korban sesungguhnya ia tidak diam saja menghadapi perundungan. Ia telah melaporkan  kejadian tersebut baik kepada atasannya, maupun pihak kepolisian. 

Malangnya, menurut isi pengakuan korban yang tersebar luas di linimasa twitter, pihak KPI alih-alih memberikan sanksi kepada pelaku, justru 'memindahkan korban' ke ruangan lain yang secara logika tidak menyelesaikan apa pun. Yang lebih parah lagi, institusi yang seharusnya melindungi masyarakat justru sempat menganggap kasus ini sepele. Perlu digarisbawahi bagian miris dan memilukan ini, bahwa pelecehan seksual masih dianggap sepele.

Pembiaran, pembungkaman, dan pengambilan keputusan yang merugikan korban bagi saya sama jahatnya dengan pelaku perundungan. Sebab perundungan seharusnya tidak pernah terjadi atau hanya terjadi dalam jangka pendek,  seandainya semua orang bersikap adil dan tidak tutup mata dengan keadaan korban. 

Apalagi jika perundungan sudah melibatkan pelecehan seksual, sungguh di luar nalar jika ini dianggap isu sepele. Ah, saya lupa, jauh-jauh hari masih sering saya temui berita korban perkosaan yang dinikahkan dengan pemerkosa. Itulah tanda bahwa saya hidup di Indonesia. Negeri yang katanya menjunjung kemanusiaan yang adil dan 'beradab'.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun