Mohon tunggu...
Eka Pranata Putra Zai
Eka Pranata Putra Zai Mohon Tunggu... Penulis

write when you are anxious about the world your journey will become history someday

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengapa Rakyat Indonesia Sangat Sensitif Terhadap Para Pejabat?

29 Agustus 2025   17:15 Diperbarui: 29 Agustus 2025   17:21 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Kesenjangan gaji pejabat dan rakyat (Sumber: AI/DALL*E))

Isu gaji pejabat negara selalu menjadi sorotan publik di Indonesia. Hampir setiap kali ada wacana kenaikan tunjangan atau bocoran pendapatan pejabat, reaksi keras dari masyarakat muncul. Fenomena ini tidak bisa dilepaskan dari beberapa faktor: kesenjangan sosial yang nyata, minimnya transparansi, gaya hidup pejabat yang terkesan elitis, serta hasil kerja yang belum sepadan dengan ekspektasi rakyat.

Gaji Pejabat dan Upah Rakyat: Sebuah Kesenjangan

Secara resmi, Presiden Indonesia menerima sekitar Rp62,7 juta per bulan, Wakil Presiden sekitar Rp42,2 juta, sementara anggota DPR memiliki take-home pay yang bisa mencapai Rp50-70 juta setelah tunjangan, dana reses, dan berbagai fasilitas lain dihitung. Sebagai perbandingan, rata-rata gaji pekerja di Indonesia berada di kisaran Rp2,8-3,3 juta per bulan, sementara upah minimum provinsi masih berkisar Rp3-5 juta.

Kesenjangan ini menimbulkan jarak yang sangat besar. Pejabat bisa mendapatkan hingga 15-20 kali lipat lebih tinggi daripada rata-rata penghasilan rakyat. Perbedaan semacam ini bukan hanya angka, melainkan simbol ketidakadilan sosial yang dirasakan masyarakat.

Kritik publik semakin tajam karena pendapatan pejabat tidak berhenti pada gaji pokok dan tunjangan resmi. Seperti yang pernah diungkap anggota DPR Krisdayanti, terdapat komponen tambahan seperti dana reses, tunjangan aspirasi, biaya perjalanan, hingga fasilitas non-tunai berupa rumah dinas, mobil dinas, dan staf pribadi. Jika dijumlahkan, total penerimaan pejabat legislatif bisa jauh di atas angka resmi yang diumumkan negara.

Selain itu, masih ada praktik non-transparan seperti fee proyek atau gratifikasi yang sering terbongkar melalui kasus korupsi. Hal ini membuat publik semakin skeptis terhadap legitimasi penghasilan pejabat.

Perbandingan dengan Negara Lain

Dalam perspektif internasional, sistem remunerasi pejabat di Indonesia kontras dengan negara-negara yang lebih maju. Di Swedia, misalnya, anggota parlemen hanya menerima gaji sekitar dua kali lipat rata-rata rakyat, dengan fasilitas minimal seperti apartemen sederhana untuk yang tinggal di luar kota. Di Selandia Baru, penentuan gaji pejabat dilakukan oleh lembaga independen sehingga tidak ada kesan pejabat menaikkan gaji mereka sendiri.

Di Jepang, meski pejabat bergaji lima kali lipat rata-rata pekerja, gaya hidup sederhana dan standar etika yang tinggi menjaga legitimasi mereka. Sementara di Singapura, gaji pejabat memang jauh lebih besar, bahkan hingga 15-20 kali lipat penghasilan rata-rata warganya, tetapi transparansi total dan layanan publik yang sangat berkualitas membuat masyarakat dapat menerimanya.

Gaya Hidup dan Citra Elitis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun