Mohon tunggu...
Eka Purwati Ningsih
Eka Purwati Ningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Kamu adalah orang yang menciptakan masa depanmu sendiri

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problematika Gender dan Kesetaraan Gender dalam Pendidikan Islam

30 November 2021   01:10 Diperbarui: 30 November 2021   01:18 936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin mahasiswa sudah tidak asing lagi dengan kata gender, terdapat banyak pembahasan tentang gender mengenai masalah, perbedatan antar daerah, budaya yang tidak kunjung usai. Kita sebagai masiswa generasi penerus bangsa harus bisa adil dan benar dalam memaknai kata gender. Untuk itu kita akan membahas tentang gender dalam artikel ini.

Kata “gender” berawal dari bahasa Inggris yang merupakan jenis kelamin. Dalam Women stidies Ensiklopedia menjelaskan bahwa gender artinya suatu konsep kultural (berhubungan dengan budaya), terdapat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku mentalitas serta karakter emosional antara laki – laki dan perempuan yang berkembang di dalam masyarakat.

Dalam buku sex and gender yang ditulis oleh Hilary M. Lips mengatakan gender adalah harapan – harapan budaya terhadap laki – laki dan perempuan. Misalnya perempuan biasa terkenal dengan sifat cantik, lemah lembut, emosional serta keibuan. Sedangkan laki – laki dianggap kuat, jantan dan perkasa. 

Ciri – ciri dari sifat tersebut bisa di tukarkan seperti ada laki – laki yang sifatnya lemah lembut, ada juga perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan terhadap ciri dari sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat lainnya.

Pendidikan adalah suatu lembaga yang memiliki tujuan untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa, mendidik memberikan ilmu, mengembangkan karakter dan potensi anak. 

Sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang sidiknas, pasal 1 ayat 20 pendidikan ialah “usaha sadar dan terencana untuk tercipatnya suasana belajar dan proses pembelajaran, supaya siswa dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kecerdasan,kepribadian, pengendali diri, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat serta bangsa dan Negara”.

Terkadang timbul diskriminasi kepada perempuan, bullying dan pelecehan seksual terhadap perempuan baik dalam masyarakat maupun dunia pendidikan ini membuat perenpuan tersudut di manfaatkan karena perempuan identic dengan lemah dan takberdaya. 

Seharusnya hal seperti ini sudah di ajarkan di lingkungan sekolah karena merupakan hal yang kurang baik dan tidak boleh dilakukan. 

Kebiasaan atau adat seperti perempuan harus membersihkan ruang kelas dan membantu guru sedangkan perempuan ada yang putus sekolah karena diharuskan bekerja. Hal seperti ini menunjukkan bahwa seberapa tinggi pendidikan perempuan pasti akan berakhir di rumah mengurus rumah, sebagai ibu rumah tangga dan melayani laki – laki.

Pemikiran seperti ini adalah pemikiran kuno karena perempuan sama derajadnya dengan laki – laki baik dalam bidang sosial, polotik maupun pendidikan. 

Perempuan juga harus mempunyai pendidikan yang tinggi karena kelak akan menjadi seorang ibu pendidikan pertama bagi anak – anaknya. 

Menciptakan generasi bangsa yang memiliki akhlak dan sikap yang baik, jadi perempuan dan laki – laki sama sesuai dengan kadarnya masing – masing dan kemampuan sendiri.

Problematika gender dalam pendidikan Islam, problematika ini muncul karena ketidak adilan pemberlakuan antara laki – laki dan perempuan dan terjadilah masalah, ada beberapa masalah yang ada yaitu:

Gender dan kekerasan

Ketidak adilan gender membawa dampak munculnya kekerasan kepada perempuan. Kekerasan adalah keadaan dimana seseorang melakukan tindakan fisik maupun integritas mental psikolgis seseorang. Perempuan yang mempunyai sifat lemah di remehkan oleh kaum laki – laki semena – mena dan ditindas, menganiaya bahkan melakukan kekerasan seksual, yang seharusnya tugas laki – laki diayomi disayangi, dilindungi malah sebaliknya.

Gender dan beban kerja

Pandangan masyarakat tentang perempuan biasanya memiliki sifat rajin, penyayang, telaten membuat perempuan harus merawat rumah, keluarga dan mengharuskan perempuan bekerja lebih keras lagi daripada laki – laki. Perempuan memiliki tanggung jawab yang terhadap pekerjaan seperti pekerja kantoran atau tenaga pendidik dan menjadikan perempuan memiliki dua peran yaitu peran sebagai ibu rumah tangga dan peran sebagai pekerja.

Gender dan Subordinasi.

Subordinasi adalah suatu penilaian atau anggapan bahwa peran yang dilakukan oleh perempuan lebih rendah daripada laki – laki. Pandangan gender bisa menyebabkan subordinasi karena perempuan sering emosi oleh karena itu perempuan tidak bisa memimpin, yang memunculkan akibat bahwa perempuan terdapat pada posisi yang tidak penting. 

Pendapat orang jawa dulu perempuan tidak perlu sekolah tinggi – tinggi nanti ujung – ujungnya bakalan di dapur. Adalagi pendapat bahwa laki – laki yang ingin bepergian (kerja, merantau dll) bisa mengambil keputusan sendiri tanpa istri tahu tidak masalah. Sedangkan perempuan ingin pergi kemana saja harus izin dulu kepada suami.

 Gender dan marginaliasi perempuan

Marginalisasi adalah sikap perilaku masyarakat atau negara yang mengakibatkan ketidak adilan, tertindasan, peminggiran bagi perempuan dan laki – laki. Marginalisasi berdasarkan akibat perbedaan gender memberikan batasan – batasan pada perempuan. Contohnya perempuan kurang mendapatkan tempat untuk memegang jabatan dalam hal militer, sangat sedikit sekali peluangnya. Laki – laki juga kurang mendapatkan tempat peluang untuk bidang yang memerlukan ketelitian dan ketelatenan contohnya seperti pekerja garmen atau rokok. Perempuan juga di larang keluar rumah kecuali dengan mahram – nya.

Gender dan stereotipe

Menurut Narkowo dan Suyanto stereotipe adalah pelabelan terhadap seseorang atau kelompok tertentu yang mengakibatkan rugi kepada orang lain dan menimbulkan kediak adilan.

Timbulnya ketidak adilan ini di sebabkan oleh stereotipe atau perspektif masyarakat yang mengambil keputusan atau jalan pintas tetapi berujung kepada hasil yang postitif atau negatif contohnya seperti diskriminasi dikarenakan terlalu buru – buru dalam mengambil keputusan tidak memikirkan pertimbangan – pertimbangan yang lainnya. 

Contoh lain asumsi perempuan kalau ada yang bersolek atau merias diri itu di maksudkan untuk memancing lawan jenis, maka jika ada kasus kekerasan atau pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan stereotipe.

Padahal dalam Al – Qur’an sebagai kitab suci umat islam sudah tegas memandang laki – laki dan perempuan adalah setara di hadapan Allah. Ini terbukti di dalam al – Qur’an banyak ayat – ayat yang menerangkan tentang kesetaraan laki – laki dan perempuan dalam Islam. Untuk lebih jelas, berikut penjelasan Al- Qur’an tentang kesetaraan, antara lain:

1. Laki – laki dan perempuan sebagai hamba.

Laki – laki dan perempuan dalam Islam derajatnya sama sebagai hamba untuk menjalankan perintah – perintah Allah. Laki – laki dan perempuan mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk menjadi yang ideal, menjauhi larangan dan melaksanakan perintah – Nya.

2. Laki – laki dan perempuan tugasnya sama sebagai kholifah di bumi.

Selain sebagai hamba, manusia juga di ciptakan sebagai khalifah, kata “khalifah” tidak menunjukkan pada jenis kelamin tertentu, yang artinya perempuan dan laki – laki mempunyai fungsi yang sama sebagai khalifah, yang akan mempertanggung jawabkan tugas – tugas kekhalifahannya di bumi.

3. Laki – laki dan perempuan sama – sama menerima perjanjian awal dengan Allah Swt.

Laki – laki dan perempuan sama – sama mengemban amanah dan menerima perjanjian primodial untuk mengakui adanya Allah Swt menerima semua amanah yang telah di perintahkan dengan Allah menjelang lahir dari Rahim ibunya. Dari awal sejarah terbentuknya manusia dalam Islam tidak mengenal diskriminasi jenis kelamin.

Wanita pada masa Nabi Muhammad Saw juga sudah terlibat dalam proses pendidikan dan pengajaran tanpa pernah Nabi Muhammad Saw melarang istrinya untuk memberikan penjelasan jika ada yang bertanya kepada istri beliau. Tidak hanya istri Nabi, para sahabat perempuan lainnya juga memperoleh kesempatan yang sama dalam bidang pendidikan. 

Contoh perempuan yang pernah menorehkan tita emas dalam peradaban ialah Nusaibah Ibn Ka’bah, Ummu Umarah, Ummu Sulaim termasuk ke dalam sahabat Nabi yang mempunyai peran sosial yang sangat agung kala itu. Bukan hanya pada pendidikan dalam keluarga dan masyarakat, mereka juga membantu para laki – laki di medan perang berjuang dalam melawan kaum kafir. Contoh lain ratu balqis yang mengajarkan pendidikan bernegara pada saat memerintah ia tidak bersifat otoriter, ia selalu meminta pertimbangan dan melakukan musyawarah bersama dengan para sahabatnya.

Pendidikan islam mempunyai peran penting untuk mengembangkan pemahaman tentang ketidak adilan gender. Pendidikan islam harus menjadi indikator utama yang memberikan pemahaman secara eksklusif kepada masyarakat bahwa semua manusia mempunyai hak yang sama dan tidak ada perbedaan diantara keduanya antara laki – laki dan perempuan dalam bidang agama maupun sosial. Keduanya sama – sama  memiliki sisi kelebihan masing – masing yang tidak bisa disamakan oleh yang lainnya, sehingga bisa memiliki nilai sama rata atau adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun