Mohon tunggu...
Eka Purwanto
Eka Purwanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - menulis itu hobi

penulis lepas sejak tahun 1998

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Salah Urus?

16 September 2020   11:52 Diperbarui: 16 September 2020   12:02 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia adalah negeri agraris dan maritim. Tanahnya subur. Lautnya pun luas. Tapi kenapa pembangunan tidak melihat jati diri negeri ? Pembangunan pabrik mobil, kapal  dan pesawat terbang, sesungguhnya adalah cara yang salah atau setidak-tidaknya belum saatnya dilakukan. Tengok Arab Saudi yang tak neko-neko. 

Negara dengan uang berlimpah dan punya kemampuan itu, tidak pernah berpikir membangun pabrik pesawat terbang atau pun pabrik mobil. Ia sadar betul bahwa jati diri negerinya adalah minyak. 

Karenanya, sektor itulah yang mereka genjot. Tanpa membangun pabrik pesawat terbang, atau pabrik mobil, Saudi Arabia mampu melengkapi armada penerbangannya dengan pesawat canggih dengan tekonologi modern. Demikian juga dengan mobil, di sana berjubel mobil-mobil mewah. Orang Indonesia mungkin jarang yang mampu membelinya.

Ketika Belanda menjajah negeri ini, kolonialis  itu tak mau hengkang. Kenapa? Mereka mengincar potensi melimpah yang terkandung di perut bumi Indonesia. Rempah-rempah dan hasil pertanian misalnya. Belanda lebih senang membangun bidang pertanian. 

Pada masa itu, Hindia Belanda sukses dengan pengembangan perkebunan seperti teh, karet, kelapa sawit, coklat dan lain-lain. Komoditas pertanian itu sempat mendunia. 

Saat itu, Hindia Belanda (Indonesia) menjadi ekspotir terbesar di dunia dalam hal produksi pertanian. Dan itu lebih dari cukup untuk membangun Negara "kincir angin", termasuk membangun benteng untuk melindungi negerinya dari limpahan air laut. 

Hasil pembangunan pertanian sisa jaman kolonial itu hingga kini sebagian masih ada. Di Bandung ada perkebunan teh Malabar, di Rancabali, di Ciater dan di lain tempat lagi.

Sudah selayaknya pembangunan dimulai dari sektor pertanian dan maritim. Petani dan nelayan yang merupakan komunitas  terbesar, digerakkan untuk membangun sektor pertanian dan perikanan. 

Pembangunan itu dilakukan dengan cara  penerapan teknologi maju. Mulai dari penyiapan dan pengolahan tanah yang tepat guna, penggunaan bibit dan pupuk unggul, pemeliharaan tanaman yang baik dan berkala, pengolahan panen dan market conection yang terarah dan berkesinambungan.

Dalam hal pembangunan sektor perikanan, titik tekan berada pada sektor perikanan laut. Sebagai Negara yang luas lautnya 2/3 dari luas wilayah, potensi kelautan itu sungguh sangat besar. Tetapi di tengah-tengah luasnya dan kekayaan alam laut itu, hidup nelayan senasib dengan petani. Sama-sama "melarat".

Membangun sektor kelautan selayaknya dilakukan secara komprehensif. Mulai dari memberikan pendidikan dan pelatihan kepada nelayan untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan kelautan dan sumber alam yang dimilikinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun