Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Pluralisme sebagai Aset Bangsa

26 Januari 2018   12:11 Diperbarui: 26 Januari 2018   12:18 3402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya juga menanyakan satu pertanyaan mengenai kasus yang sedang marak diperbincangkan, yaitu kasus pluralisme yang terjadi kepada Basuki Tjahaja Purnama atau yang biasa disebut Ahok. 

Muhammad Irsyadillah atau Irsyad berpendapat bahwa dia sama sekali tidak setuju dengan pemikiran masyarakat yang melarang Ahok menjabat sebagai Gubernur Jakarta hanya karena Ahok keturunan bangsa Tionghoa. Karena menurut Irsyad, latar belakang agama, ras maupun budaya itu sangat tidaklah penting. Karena yang dilakukan oleh Ahok semata-mata untuk mengubah Indonesia khususnya Jakarta menjadi semakin lebih baik lagi.

Indonesia memiliki satu tokoh reformasi yang dikenal sebagai "Bapak Pluralisme Indonesia", Kiai Haji Abdurrahman Wahid atau sosok yang akrab disapa Gus Dur. Ia adalah tokoh Muslim yang menjunjung tinggi kebhinekaan di tanah air. 

Adil dan toleran, dua kata yang paling tepat menggambarkan sikapnya terhadap keanekaragaman suku, agama, dan budaya yang ada di Indonesia. Di era kepemimpinannya, Gus Dur menunjukan bahwa ia tak hanya bicara. Salah satunya adalah mengembalikan hak-hak umat beragama Konghucu yang terpasung selama orde baru, atau mencabut peraturan yang melarang kegiatan adat warga Tionghoa secara terbuka. 

Nilai toleransi sudah tertanam di dalam jiwa Gus Dur sejak saat ia masih muda. Saat masih duduk dibangku sekolah, Gus Dur sudah dijejali bermacam buku yang tak selalu mengajarkan tentang Islam saja. Gus Dur dalam pidatonya mengatakan pluralisme yang menjadi isi buku dan roh dirinya diambil dari keputusan Muktamar Nahdatul Ulama (NU) pada 1935.

Bukan hanya studi di luar negeri saja, Gus Dur telah banyak menamatkan beberapa karya sastra. Karya sastra yang dibacanya antara lain karya Ernest Hemigway, Jhon Steinback, dan William Faulkner, Johan Huizinga, Andre Mairaux, Ortega Y.Gaset dan beberapa karya tulis Rusia, seperti: Puskin, Tolstoy, Dostoevsky dan Mikhail Sholokov. Karir Gus Dur di dunia sudah tidak diragukan lagi


bahkan segudang prestasi sudah diraihnya yang menandakan bahwa ia adalah seorang manusia yang agamis dan layak disebut tokoh politik paling berpengaruh di Indonesia. Namun, meskipun memiliki karir yang sukses, Gus Dur merasa sulit hidup dari satu mata pencaharian saja, hingga akhirnya dia mencari pekerjaan tambahan dengan menjual kacang dan es lilin yang dirintis dengan istrinya.

K.H. Abdurrahman Wahid atau yang kita kenal sebagai Gus Dur merupakan presiden republik Indonesia yang ke empat dan dalam masa pemerintahannya dipenuhi dengan kontroversi dan menimbulkan pro dan kontra pada masyarakat. Setelah jatuhnya Rezim Soeharto Indonesia mengalami ancaman disintegrasi kedaulatan Negara, konflik meletus di berbagai daerah. 

Menghadapi hal itu, Gus Dur melakukan pendekatan yang lunak terhadap daerah-daerah yang berkecamuk. Seperti penyelesaian konflik Aceh secara damai dan menetralisir Irian Jaya dengan mendorong penggunaan nama Papua. 

Gus Dur menjadi pemimpin yang meletakkan pondasi perdamaian Aceh, karena pada pemerintahan Gus Dur lah ada pembicaraan damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sehingga Indonesia terbuka yang tadinya permasalahan ini merupakan permasalahan yang tabu, yang seakan-akan tertutup rapat. 

Ditambah lagi saat sejumlah Tokoh Nasional mengecam pendekatannya dengan Aceh, Gus Dur tetap memilih pendekatan penyelesaian yang simpatik dengan mengajak tokoh GAM duduk satu meja untuk membicarakan Aceh secara damai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun