Kebijakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025 adalah sebagian dari reformasi perpajakan yang dilakukan pemerintah Indonesia.Â
Menteri Koordinator Bidang Perekonomi, Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa kenaikan tarif PPN akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Saat ini, tarif PPN sebesar 11% sejak 2022. Kenaikan akan terus berlanjut menjadi 12% pada 2025.
Kenaikan tarif PPN ini merupakan upaya optimalisasi penerimaan pajak untuk meningkatkan rasio pajak agar tercapai fondasi yang berkesinambungan. Pemerintah memiliki kewenangan untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% melalui penerbitan peraturan pemerintah (PP) setelah dilakukan pembahasan dengan DPR.
Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11% pada April 2022 dan ke 12% pada 2025 akan mempengaruhi pengguna dengan dampak pada harga barang dan jasa.Â
Sistem pajak ini langsung berpengaruh pada harga barang dan jasa, yang akan meningkat seiring dengan tarif yang berlaku. Hal ini akan menyebabkan harga barang dan jasa yang lebih tinggi, yang akan mengurangi kemampuan belanja publik.
Pemerintah Indonesia mengatakan bahwa kenaikan tarif PPN ini adalah upaya untuk mendukung ekonomi Indonesia dalam masa panjang dan untuk membantu pengeluaran anggaran pendapatan belanja negara (APBN).Â
Kenaikan tarif PPN ini juga merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk mengoptimalkan pendapatan negara karena kenaikan pajak ini akan meningkatkan rasio pajak.Â
Kenaikan tarif PPN ini juga disebabkan oleh pandemi COVID-19, yang menyebabkan pemerintah harus mengurangi pajak sebelumnya untuk membantu masyarakat.
Pemerintah juga menginginkan bahwa kenaikan tarif PPN akan membantu mengurangi pendapatan negara yang berlebihan yang diterima oleh perusahaan internasional, yang mengurangi pendapatan negara.
Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) menetapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11% sejak 1 April 2022.Tarif PPN ini diterbitkan pada penjualan barang atau jasa, yang diterima oleh pemerintah Indonesia, tetapi dibayar langsung oleh pembeli. PPN tidak memerlukan laporan VAT In dan VAT Out, tetapi pemilik usaha harus melapor kepada Onlinepajak Indonesia mengenai penjualan dan pembelian yang dilakukan
UU HPP juga menetapkan tarif PPN sebesar 12% yang berlaku mulai dari tahun 2025. PPN ini juga diterbitkan pada penjualan barang atau jasa, yang diterima oleh pemerintah Indonesia, tetapi dibayar langsung oleh pembeli. PPN dan VAT memiliki tarif berbeda, dan pemilik usaha harus menghitung dan mengatur pajak yang diterima dan dikeluarkan sesuai dengan tarif yang berlaku
Pemilik usaha yang menjual barang atau jasa dengan tarif PPN atau VAT harus melapor kepada pemerintah Indonesia mengenai penjualan dan pembelian yang dilakukan. PPN dan VAT memiliki tarif berbeda, dan pemilik usaha harus menghitung dan mengatur pajak yang diterima dan dikeluarkan sesuai dengan tarif yang berlaku.
Masyarakat Indonesia menggambarkan pendapat yang berbeda-beda terhadap kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025. Beberapa orang menganggapnya sebagai upaya untuk mendukung ekonomi Indonesia dalam masa panjang dan untuk membantu pengeluaran anggaran pendapatan belanja negara (APBN). Tetapi ada juga orang yang menganggapnya sebagai dampak negatif terhadap kemampuan belanja publik, karena harga barang dan jasa akan meningkat seiring dengan tarif yang berlaku
Pemerintah Indonesia menginginkan bahwa kenaikan tarif PPN akan membantu mengurangi pendapatan negara yang berlebihan yang diterima oleh perusahaan internasional, yang mengurangi pendapatan negara. Pemerintah juga menginginkan bahwa kenaikan tarif PPN akan membantu mengoptimalkan pendapatan negara karena kenaikan pajak ini akan meningkatkan rasio pajak.Â
Secara keseluruhan, kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada tahun 2025 akan mempengaruhi pengguna dengan dampak pada harga barang dan jasa, yang akan meningkat seiring dengan tarif yang berlaku. Hal ini akan meningkatkan kemampuan belanja publik, tetapi juga akan mempengaruhi kemampuan belanja individu dan pemilik usaha