Mohon tunggu...
Eka Adhi Wibowo
Eka Adhi Wibowo Mohon Tunggu... Dosen - Seseorang yang tiada lelah menimba ilmu

Dosen Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pelajaran dari Kasongan (15-10-2016)

22 Oktober 2016   16:07 Diperbarui: 22 Oktober 2016   16:12 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebenarnya ini bukan mata kuliah yang saya ampu, saya berangkat karena menemani sahabat saya sekaligus teman satu ruangan di tempat kerja saya. Tetapi karena ini juga inisiatif saya untuk memberikan nuansa yang berbeda untuk mata kuliah kewirausahaan. Teringat ketika masih menjadi mahasiswa strata 1 dulu, kami punya acara yg sama di sana. Kini ide itu saya terapkan kembali di mata kuliah yg diampu oleh dosen saya yg kini jadi rekan sekerja.

Kasongan berada di kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah ini dikenal sebagai pusat industri gerabah dengan bahan baku tanah liat. Hasil industri dari daerah ini sudah cukup dikenal baik di Nusantara, bahkan hingga Mancanegara. Produk-produk yg dihasilkan pun bervariasi mulai dari yang dapat digunakan sehari-hari hingga sekedar untuk hiasan yg memperindah rumah kita.

Tertarik untuk hal tersebut maka kami mencoba untuk membawa mahasiswa kami ke sana, supaya mereka memiliki variasi kuliah tidak hanya sekedar di ruang kelas saja, tetapi juga belajar praktek secara langsung. Program ini juga bertujuan untuk mengenalkan sisi-sisi Yogyakarta yang juga layak untuk diapresiasi, mengingat mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Ternyata mereka begitu antusias, hal tersebut tampak dari bagaimana kreativitas yang mereka salurkan dalam karya-karya mereka. Kami juga sangat bersyukur memiliki pengusaha gerabah yg bersedia memberikan tempatnya untuk kami belajar beliau adalah Pak Subur pemilik dari Subur Ceramic. Beliau juga mengalokasikan beberapa karyawannya untuk mengajari mahasiswa kami.

Setelah beberapa saat para mahasiswa mulai menunjukkan hasilnya ada yg membuat guci, vas bunga, teko dan aneka produk gerabah tanah liat lainnya. Ah rasanya saya penasaran juga untuk mencoba membuat satu pot bunga, saya pikir mudah karena bentuknya yg simpel. Sayapun mengambil gumpalan tanah liat dan mulai membuatnya. Wow ternyata tidak semudah yg saya kira, memang benar kata pepatah melihat dan mengomentari itu lebih mudah daripada menjalaninya sendiri. Membuat satu pot bunga ternyata memerlukan imajinasi, daya, upaya dan yg terutama kesabaran. Akhirnya hasil kerja sayapun jadi: sebuah pot yg kurang simetris tapi lumayanlah sudah bisa dipakai.

dokpri
dokpri
Pelajaran yg berharga saya dapatkan hari itu, dulu seringkali saya membuang gerabah dari tanah liat yg saya banting hingga pecah, tidak sampai satu menit saya bisa melakukannya. Namun kini saya sadari membuatnya itu tidaklah mudah, dan meskipun sederhana saya menilai itu adalah karya seni luar biasa buatan anak bangsa. Tidak ada salahnya jika kita jaga dan lestarikan, bahkan dapat berpadu dengan teknologi tinggi pada era modern.

Pikiran saya kemudian tertuju pada suatu negara di dunia ini yang terkenal dengan teknologinya yang sangat maju di Asia: Jepang. Siapa yang tidak kenal dengan negara ini, produk-produk kendaraannya dapat kita temui dengan mudah di jalan-jalan di negeri kita tercinta ini. Saya memang belum pernah mengunjungi Jepang, tetapi saya sering mendengar berita-berita tentang negara ini, bagaimana tidak bangsa yang telah mencapai tingkatan teknologi yang tinggi, namun tetap melestarikan produk-produk tradisionalnya. 

Mereka melakukannya karena sadar bahwa tradisi mereka itu memiliki nilai yang tinggi, sehingga mereka begitu menghargainya dan tidak menganggap yang tradisional itu ketinggalan jaman. Mungkin hal itu yang membuat mereka menjadi bangsa yang maju dan beradab, salah satunya karena mau menghargai karya seni bangsa sendiri. Bagaimana dengan bangsa kita? Saya bersyukur bangsa kita mulai belajar untuk menghargai hasil seni dari budaya sendiri meskipun terlambat tetapi lebih baik daripada tidak sama sekali, satu contoh saja saya berikan, kita baru mulai menghargai batik kita setelah mau diklaim oleh Malaysia, bukan tidak mungkin karya-karya seni yang lain juga akan mengikuti. 

Itu tidaklah salah, tetapi akan lebih baik lagi jika kita mempersiapkan langkah-langkah lebih dini untuk melestarikan hasil seni dari budaya kita sehingga generasi berikutnya yang mewarisi tertarik untuk mempelajari dan terdorong untuk melakukan inovasi sehingga nilai dari seni dan budaya kita semakin meningkat. Semoga bermanfaat.

dokpri
dokpri
Dari: Jogjakarta, 22 Oktober 2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun