Mohon tunggu...
Ei Pratama
Ei Pratama Mohon Tunggu... -

cuma sampah berserak yang dihembusi angin, digelungi dingin, dibaluri hening.. .

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surga di Buku Berdebu

28 Januari 2012   22:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:20 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tuan, entah apa kabar ceritamu di tepian dunia sana. Saat ini aku sedang membuka satu demi satu kitab-kitab yang kau sebar di tiap lipatan maya. Dari satu halaman ke halaman lainnya, kutelusuri atas nama penasaran. Penasaran akan perihalmu, coretanmu, dan mungkin potongan-potongan masa lalu yang kau sembunyikan dalam simbol-simbol ajaibmu. Mungkin pula akan kutemukan kekonyolanku waktu itu.

Tuan, Frank Zappa pernah bilang, “So many books, so little time”. Kutipan itu pulalah yang seolah menggerakkanku, kalau tak boleh kusebut seolah memerintahkanku untuk membaca coretanmu kali ini. Meski kali ini bukan lewat buku yang pengertian harfiahnya adalah lembar kertas yg berjilid, berisi tulisan atau kosong; kitab.

Tuan, sekarang sudah pukul empat. Pekat mulai dikikisi masa dengan perlahan dan konstan, tampak alamiah sekali alurnya. Mungkin saja karena ini hanyalah pengulangan-pengulangan yang secara rutin terjadi sejak awal penciptaannya, sehingga komponen intinya tetap bisa melakukannya meskipun dalam keadaan tidur. Toh faktor-faktor itu bukan manusia dan binatang yang memiliki nafsu untuk tidur, maka kita lupakan saja celotehku yang barusan.

Di luar telah pula kudengar bisik-bisik mereka, suara motor yang bergegas entah mengejar apa, dan rumah-rumah yang mulai meniupkan beragam alat musik dari dapur-dapur mereka. Sesekali kudapati raungan bayi-bayi yang menikam sunyi senyapku kali ini. Aku pun masih dengan khidmat meniti jejak aksaramu, diteman beberapa lagu dari Efek Rumah Kaca, band yang acap kali menggugah rasaku karena lirik dan alunan magisnya.

Detik kian menit aku menelusuri guratanmu, detik kian menit pula aku semakin masuk entah jika sejatinya aku hanya berputar-putar di depan pagar istana kepalamu. Halaman demi halaman, entah berapa pula halaman yang telah kusenggamai hingga sekarang.

Tuan, kubaca pula ocehan orang-orang tentang coretanmu. Rata-rata, isinya pujian akan simbol-simbol yang kau hadirkan. Sampai suatu ketika, di mana aku menemukan ocehanku yang amat sangat bodoh itu. Kutemukan menyelip di antara ocehan para benderang itu, betapa konyolnya aku. Kenapa tak kau ingatkan aku dulu, kenapa? Betapa sombong dan tak tau malunya aku.

Detik ini, secuil demi secuil mulai ku paham, ketika engkau mengatakan : “saat ini, kurasa kamu sedang berproses”. Aku pernah dengar, ada yang pernah bilang. “Hidup itu proses, proses itu perubahan, dan jika tak ingin atau takut berproses, tak usah hidup atau tak hidup”

Tuan, sejatinya proses yang kau maksud itu terasa padaku ketika kubaca lagi ocehanku pada coretanmu malam ini. Ocehanku pada tulisanmu sekian waktu yang lalu itu. Betapa memalukannya aku, sok tau, sampah. Andai saja kau menganugrahiku dengan serapah kala itu, pastilah bakal kulewatkan sebuah rasa indah dan campur aduk luar biasa kala kutemukan sendiri kekonyolanku, seperti yang kurasakan saat ini. Proses itu telah pula kurasakan ketika secara iseng kubuka file coretan-coretan lamaku. Setidaknya, saat ini ku telah mulai sedikit bisa menertawakan beberapa coretanku yang terdahulu, kuucapkan terima kasih pula untuk itu.

Detik ini, surau-surau telah mengumandang syahdu puja-puji, pun rona kuning yang membias di timur sepi cakrawala. Setelah sholat Subuh, maka waktunya kukayuh kebut sepedaku untuk mengambil keruntung pengganti tas kerjaku, dan lalu mengais rejeki dari sampah-sampah makluk hedon di seantero kampungku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun