Mohon tunggu...
Mochamad imron kurniawan
Mochamad imron kurniawan Mohon Tunggu... Buruh konser dengan sejuta karya

Orang belakang layar yang suka cerita depan layar. Aktif bikin event, nulis blog, dan bantu anak muda nemuin panggungnya. Masih sendiri, tapi gak sendiri dalam berkarya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Cuma Belajar Bertahan

7 Oktober 2025   01:34 Diperbarui: 7 Oktober 2025   01:55 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hidup bagiku seperti gelombang laut, kadang tenang kadang bergolak. Ada masa di mana semua terasa mudah, tapi ada juga saat semuanya seolah berbalik. Di titik paling sulit itulah aku sering merasa sendiri. Namun di balik sepi itu, aku belajar untuk tidak menyerah dan tetap mencari arah.

Saat berada di posisi itu, aku justru menemukan makna baru tentang keikhlasan. Aku mulai memahami bahwa tidak semua orang bisa bertahan menemani di masa sulit. Tapi di saat yang sama, akan selalu ada satu atau dua orang yang datang tanpa diminta, membawa solusi, atau sekadar hadir sebagai penguat.

Aku percaya, kehadiran mereka bukan kebetulan. Mungkin itu bentuk balasan dari kebaikan kecil yang pernah aku tanam, atau mungkin karena aku selalu berusaha menjaga sikap dan kepercayaan yang diberikan orang lain. Sekalipun ibadahku kepada Tuhan kadang masih lalai, setidaknya aku tidak pernah lupa untuk berbuat baik kepada sesama.

Dari semua perjalanan itu, aku memegang satu prinsip hidup yang selalu kuingat sejak masa kuliah "hablum minallah wa hablum minannas". Aku belajar ini saat menjadi kader IMM Renaissance FISIP di Universitas Muhammadiyah Malang. Di sanalah aku memahami bahwa sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang memanusiakan manusia.

Nilai itu menuntunku hingga hari ini. Apa pun profesiku, di mana pun aku berada, aku ingin setiap langkah yang kuambil tetap memberi arti bagi orang di sekitarku. Karena pada akhirnya, hidup bukan tentang seberapa tinggi kita berdiri, tapi seberapa dalam kita meninggalkan jejak kebaikan di hati orang lain.

Aku sadar, tidak mudah memikirkan orang lain saat hidup sendiri saja masih berantakan. Kadang aku merasa seperti munafik saat bicara tentang kebaikan, tapi justru dari situ aku belajar bahwa kita tidak harus sempurna dulu untuk peduli pada orang lain. Karena kadang, niat kecil untuk membantu atau memikirkan sesama bisa menjadi cara Tuhan menolong kita kembali.

Dan jika suatu hari aku dipertemukan dengan seseorang, semoga ia hadir bukan untuk menenangkan badai, tetapi untuk duduk bersama di tengah hujan, berbagi kehangatan tanpa banyak kata. Sebab cinta yang paling indah bukan yang datang dengan janji, melainkan yang tumbuh perlahan dari rasa saling memahami.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun