Isu kesejahteraan guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) kembali menjadi sorotan. Dalam rapat bersama Komisi X DPR, perwakilan guru menyampaikan keluh kesah mereka.
“Kami tidak iri dengan PNS, tapi jangan zalimi kami,” ungkap salah seorang guru PPPK yang tergabung dalam Ikatan Pendidik Nusantara (IPN), sebagaimana dilaporkan Liputan6 (3/10/2025).
Keluhan itu tentu beralasan. Fakta di lapangan menunjukkan kondisi guru PPPK memang memprihatinkan. Berdasarkan pemberitaan BeritaSatu (2/10/2025), guru PPPK tidak memiliki jenjang karier meskipun banyak yang berpendidikan tinggi (S2 atau S3), tidak mendapatkan uang pensiun, serta masih menerima gaji yang minim.
Sementara itu, SindoNews (2/10/2025) mengungkap ada guru PPPK paruh waktu yang gajinya setara hanya Rp18 ribu per jam. Bahkan, beberapa guru tercatat menerima gaji di bawah Rp1 juta per bulan. Akibat kondisi ini, banyak dari mereka terpaksa berutang ke bank atau pinjaman online untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Akar Masalah: Kapitalisme dan Anggaran Negara
Jika ditelusuri, problem ini tidak sekadar soal teknis birokrasi. Akar masalahnya terletak pada sistem kapitalisme yang diterapkan negara dalam mengelola anggaran.
Dalam sistem ini, sumber daya alam yang seharusnya menjadi penopang utama pemasukan negara justru dikelola oleh swasta atau asing atas nama investasi. Akibatnya, pemasukan negara sangat bergantung pada pajak dan utang luar negeri.
Dampaknya, negara kerap beralasan tidak memiliki dana cukup untuk menggaji guru secara layak. Guru PPPK pun diperlakukan diskriminatif, seakan hanya kontrak jangka pendek, bukan pendidik generasi yang seharusnya ditempatkan pada posisi mulia. Dalam logika kapitalisme, guru hanya dianggap faktor produksi, bukan pilar peradaban.
Mekanisme Adil dalam Islam
Islam menawarkan solusi yang berbeda secara fundamental. Dalam sistem Islam, keuangan negara dikelola melalui Baitul Maal dengan sumber pendapatan dari tiga pos utama:
1. Fai’ dan kharaj: hasil pengelolaan tanah, jizyah, kharaj, ghanimah, dll.
2. Kepemilikan umum: hasil pengelolaan SDA, energi, hutan, mineral, laut, dll.
3. Kepemilikan negara: aset negara yang tidak boleh dimiliki individu.
Dari pos inilah negara membiayai kebutuhan rakyat, termasuk pendidikan. Gaji guru tidak ditentukan oleh status ASN, PPPK, atau kontrak, melainkan berdasarkan nilai jasa yang diberikan. Semua guru dipandang sebagai pegawai negara yang berhak memperoleh gaji layak sesuai tanggung jawabnya.
Selain itu, dalam sistem Islam, pendidikan bersama kesehatan dan keamanan menjadi layanan publik gratis dengan kualitas terbaik. Dengan begitu, guru tidak hanya mendapat gaji layak, tetapi juga jaminan hidup yang tidak bertumpu pada pensiun atau utang.
Penutup
Kondisi guru PPPK saat ini menunjukkan wajah buram sistem kapitalisme. Rendahnya gaji, tidak adanya jenjang karier, dan ketiadaan pensiun adalah bentuk ketidakadilan yang lahir dari tata kelola negara yang salah arah.
Sebaliknya, Islam menghadirkan mekanisme yang adil melalui pengelolaan SDA oleh negara dan distribusi keuangan yang merata lewat Baitul Maal. Dengan sistem Islam kaffah, guru akan ditempatkan pada posisi terhormat sebagai pendidik generasi, bukan sekadar tenaga kontrak yang terpinggirkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI