Mohon tunggu...
Egi Trialogi
Egi Trialogi Mohon Tunggu... Guru - Green School Majalengka

Founder dan owner Sekolah Jalanan Majalengka

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tali Sepatu, Itu Aku

31 Maret 2023   10:21 Diperbarui: 31 Maret 2023   10:37 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kalau saja bukan karena ayah dan ibu yang memaksaku untuk pindah sekolah. Tak ingin rasanya aku berada di tempat ini. Demikianlah hari-hariku penuh dengan keterpaksaan di tempat perasingan yang baru. Perlahan becak yang kami naiki memelankan lajunya, terdengar suara kanpas rem yang bergesekan dengan roda. Hingga akhirnya becak benar-benar berhenti dan kami pun turun dari kendaraan ini.

Hari ini kulihat banyak anak-anak meninggalkan pelukan ibunya di depan kelas. Seperti biasa setibanya di depan kelas aku hanya mampu menghabiskan waktuku bersama komik kesayanganku yang mulai lusuh, bahkan halaman depannya sudah tak enak dipandang. Banyak sekali coretan dan halaman yang hilang. Inilah tempat berhayalku. Berharap suatu saat nanti aku dapat menulis cerita seperti ini, walau sejujurnya aku tak sedikitpun punya bakat untuk itu.

Deretan meja dan kursi serta hiruk pikuknya isi ruangan kelas II ini hanya sebagai pelengkap kala aku dipaksa harus bersentuhan dengan dunia baru ini.

Pukul 07.30 bel berbunyi nyaring sekali, sudah hampir satu minggu aku tak mendapati suara lonceng, kicauan burung, suara lirih nyanyian daun bambu dan sorak sindir anak-anak terhadap temannya yang selalu ngompol saat mengerjakan soal di depan kelas. Di sini kami benar-benar telah dipaksa untuk dewasa dan disiplin. Memang benar-benar dunia ini telah merampas hidupku.

Matahari mulai berangsur, kabut yang dari tadi menyelimuti pelupuk mata kini telah pergi dengan berakhirnya pelajaran matematika. Sepertinya bukan kepala kami saja yang pusing, kabutpun enggan untuk bertemu dengan pelajaran yang satu ini.

Hari mulai cerah. Matahari menyinari bumi dengan sinar yang merekah, ilalang di seberang jalan masih merunduk karena memikul butiran embun yang terlena di punggungnya. Aku mulai memungut cahaya tersebut dengan senyuman getir kerinduan untuk pulang. Tangan kananku merogok tas yang ku simpan di bawah meja, kudapati benda itu. Yah, komik inilah yang selalu menjadi kawan setiaku selama ini. Sebuah komik yang kutemukan di umpak langgar kakekku tiga bulan lalu. Walaupun akhir-akhir ini ada beberapa teman baruku yang mencoba untuk mendekat, tapi aku tidak yakin mereka dapat setia seperti buku komik yang sudah kugengam ini.


“Gi sedang apa kamu?”

“Loh kok kamu tidak jajan?”

Aku tersentak, kemudian komik tersebut jatuh ke bawah kursi. Kupalingkan kepalaku ke belakang. Rupanya yang mengagetkanku adalah orang yang baru aku ceritakan tadi. Mereka adalah Zenal dan Yopi teman sekelasku. Sepintas mereka memang baik, selalu mencoba untuk dapat berteman denganku tapi aku belum begitu yakin dengan sikap mereka.

“Eh ditanya malah bengong. Kenapa kamu ini?”

“Apa si Rizal memalakmu lagi?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun