"Gak nyangka, gini banget." Keluh Sita melihat ke arah laptopnya.
Siang yang terik hari ini, berbarengan dengan rasa kantuk yang Sita rasakan, dia harus menyelesaikan susunan makalah sendiri. Ruang belajar yang tidak terlalu ramai sedikit membantunya merasa lebih baik, karena tidak ada suara-suara yang terlalu mengganggu.
Lama-kelamaan wajah Sita agak bingung dan sejujurnya memang dia juga bingung melihat kalimat yang ada dalam makalah tidak nyambung sama sekali.Â
"Ini materi milik Vivi, kenapa dia gak bisa nulis secara rapi sih. Mentang-mentang ada yang nata ulang gitu? Mending jadinya tugas individu daripada kelompok begini. Bikin kesel aja!" Sita mengomel lagiÂ
Satu hari yang lalu....
Sita berjalan pulang ke rumah setelah jam sekolahnya selesai. Perutnya sangat lapar, kemudian Sita memilih untuk pergi membeli jajan dulu sebelum sampai rumah.
"Beli siomay aja deh kayaknya."Â
Meskipun harus antri karena banyak pembeli di jam makan siang, tapi memang Sita benar-benar ingin makan siomay. Dengan sabar dia menunggu, hingga akhirnya giliran dia.
"Beli siomay lima ribu ya Pak," Ucap Sita pada Bapak penjual.
"Iya Neng, pedas atau enggak?"
"Hmmm....pedas aja deh Pak."
"Okee," Jawab Bapak penjual siomay. Respon penjual yang ramah pada pembeli.
Mencium aroma dari siomay dan bumbunya membuat Sita semakin lapar. Tapi dia harus menunggu dulu. Saat-saat ini Sita sesekali melihat ke arah jalan, juga ke jajan jenis lainnya.Â
Cittt... Suara rem motor
Sita pun langsung melihat ke arah motor itu. Motor itu ditumpangi dua orang, satu laki-laki dan satu perempuan. Dua orang yang masih memakai seragam sekolah dan ternyata Sita juga kenal.
"Vivi!"
"Eh, Sita. Di sini juga ya," Ucap Vivi sambil sedikit tersenyum.
"Mau beli siomay?"Â
"Iya,"
"Jangan lupa bagian materimu juga dikerjain. Deadline-nya udah mau mepet nih."Â
"Iya, maaf lambat soalnya masih sibuk."
"Sibuk ngapain?" Tanya Sita pada Vivi.
"Eh, Vi aku gak jadi beli siomay. Beli bakso aja yuk, selain makan di sana." Tiba-tiba saja laki-laki yang membonceng Vivi tadi mengajak Vivi pergi ke tempat lain.
Vivi pun mengangguk dan pergi dengan laki-laki itu yang sepertinya juga pacar dia.
"Dih, langsung pergi. Gak ada senyum-senyumnya lagi." Gumam Sita dengan lirih. Tapi selirih apapun Sita bergumam, Bapak penjual siomay tetap mendengar dia.
"Dua orang tadi setiap hari suka sliwar-sliwer di daerah ini Neng. Kayaknya mereka memang pacaran."
"Oh gitu ya Pak. Ya udah ini uangnya."
Sita membayar siomay yang dia beli. Sita juga terkejut tiba-tiba Bapak penjual siomay berkata seperti itu. Informasi yang memang sebenarnya Sita ingin tahu.
Dia pulang berjalan ke rumah dengan membawa siomay. Sita menjadi tidak ingin makan siomay itu di jalan. Dia agak kesal melihat ekspresi Vivi yang tidak enak di pandang.
"Di kasih tahu baik-baik, malah kayak gitu. Dalam berteman memang gak boleh pilih-pilih. Tapi kalau gak pilih-pilih begini ya aku mulu yang repot. Jadi beban mulu tuh satu orang."Â
Sita juga mengingat chat yang dia kirim, entah personal atau di grup tidak pernah direspon dengan baik oleh temannya yang satu ini. Chat lama ataupun baru sama saja tanggapannya.
Kembali ke awal...
"Hai Sita," Panggil Aldo. Tapi sita masih melamun memikirkan hal yang mengganggunya.
"Sitaa..." Panggil Aldo sekali lagi.
"Eh, eh, iya. Akhirnya ada yang mau bantuin juga." Jawab Sita. Sadar dari lamunannya, dia langsung mengomel.
"Ya maaf, memang kemarin masih sibuk. Suerr...gak bohong. Bukan kayak Vivi yang suka bohong itu, jangan samain aku sama dia. "
"Terserah sih, kurang sedikit lagi juga selesai makalahnya."
"Ya udah, berarti power pointnya biar aku aja yang ngerjain. Tinggal masukkin poin-poin penting aja 'kan." Aldo berusaha untuk bertanggung jawab atas tugasnya.
"Iya, emang gitu aja." Jawab Sita singkat, ekspresi dan suara masih kesal.
Di sisi lain, Sita bersyukur masih ada teman satu kelompoknya yang mau membantu. Dalam hatinya bertanya-tanya, apakah dia bersikap terlalu kasar ketika berbicara dengan Aldo yang masih sadar dengan tugasnya. Soal Vivi, Sita tidak mau memikirkan dia terus-menerus. Sikap Vivi sudah jelas membuat Sita sangat kesal.
"Nanti waktu presentasi pakai laptopku aja Ta. Â Laptopnya udah gak rusak." Bicara Aldo.
"Ini jadinya cuma dua orang anggota kelompok aja yang ngerjain. Satu orang lainnya ngapain?"
"Masih mending dia mau setor materi, walaupun tulisannya berantakan dan maaf, isinya kurang jelas. Tadi aku coba cari materinya dia, aku tambahin sedikit biar agak jelas."Â
"Wah, makasih. Maaf tadi aku sempat berpikir buruk."
"Namanya juga orang kesal, bawaannya kadang gitu."Â
Aldo dan Sita lanjut mengerjakan tugas kelompok mereka. Tugas kelompok yang sejatinya supaya beban berat menjadi terasa ringan. Bukan sekedar menjadi anggota kelompok, tapi tidak mau melakukan apapun. Kemudian hanya menggantungkan proses dan hasil pada anggota lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H