"Di salah satu sesi Clubhouse tengah malam, saya sempat mengoreksi kang @ridwankamil. Ketika beliau bilang 'perlu big data' sambil menceritakan masalah data yang tidak sinkron dan tidak akurat di sana sini. Saya koreksi, 'punten kang, itu master data bukan big data'."
"Mudahnya begini membedakannya. Master Data: Ainun seorang laki-laki karena ada data akta kelahirannya yang sinkron dengan data ijazah-ijazahnya, eKTP hingga paspornya yang jelas dia laki-laki sejak lahir. Juga tidak ada data medis update jenis kelaminnya sampai kini."
"Ainun kemungkinan besar laki-laki dengan skor probabilitas 0.87 karena dari 10,000 fotonya di media sosial, 90% pakai peci, 80% kelihatan kumisnya, dsb (prediktor laki-laki) dan 0% pakai lipstik, 0% pakai rok, dan nama 'Ainun' mayoritas perempuan, dsb (prediktor wanita).
Selengkapnya, pembaca dapat menyusuri percakapan melalui lini masa Twitter. Banyak pengguna Twitter menggunjing big data dan Industri 4.0 seakan meluapkan kekesalan yang tertumpuk selama ini.
Keadaan yang berlawanan
Pada praktiknya, ide besar Industri 4.0 seolah tidak mencerminkan dalam kenyataan yang dihadapi masyarakat. Misalnya untuk urusan administratif, warga masih disibukkan untuk memfotokopi E-KTP dan berkas lainnya.Â
Lalu, masyarakat sering mendapati banyaknya pesan singkat penawaran pinjaman uang masuk ke ponsel tanpa tahu siapa pengirim dan bagaimana nomor ponsel mereka dapat tersebar.
"Dari dulu ngomong 'Big Data Big Data' tapi sampai sekarang kalau urus birokrasi masih harus fotokopi E-KTP. Fungsinya E di E-KTP itu apa coba?"Â balas pengguna di kolom cuitan Budiman.
"Big data = ngurus apa-apa jangan lupa lampirkan fotokopi ktp/kk/kartu-kartu segala rupa," tulis pengguna lainnya. Pembaca dapat menyimak lebih banyak perbincangan ini di Twitter dengan mengetikkan big data pada kolom pencarian.
Contoh kecil semacam ini memperlihatkan tanda tanya besar, konsep 4.0 selama ini didengungkan, sementara masyarakat masih meladeni layanan yang tidak mengarah pada Industri 4.0. Baru-baru ini, muncul lagi gagasan Industri 5.0Â yang mengedepankan nilai tambah dari kepuasan.Â
Jika melihat percakapan, persoalan bukan sekadar membedakan definisi master data atau big data, melainkan implementasi dan manfaat yang nyata diterima masyarakat.
Di sisi lain seperti dikemukakan di atas, pengusaha ternyata mencoba menjaga jarak supaya bisa melihat persoalan ekonomi dengan jernih. Masalah Industri 4.0 sangat fundamental, yaitu menyiapkan sumber daya manusia handal yang berujung pada produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.