Pemerintah gencar mempromosikan industri 4.0. Sebelum pandemi, Kementerian Perindustrian telah membuat peta jalan Making Indonesia 4.0. Diharapkan pertumbuhan ekonomi dapat menggenjot naik di kisaran 6-7 persen--sebelum pandemi pertumbuhan ekonomi RI berada di kisaran 5 persen.
Ada 5 industri prioritas di dalam peta jalan ini, di antaranya makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, dan elektonik.
Soal Industri 4.0, ada perbedaan tanggapan bagi sejumlah kalangan. Tahun 2019, saya sewaktu berprofesi sebagai wartawan sempat menerima obrolan singkat dari Wakil Ketua Kadin Indonesia bidang Perindustrian, Johnny Darmawan.Â
Ia mengatakan setuju pada konsep Industri 4.0 dengan memberi catatan yang harus diperhatikan. Tantangan daya saing dan produktivitas tenaga kerja Indonesia. Laporan itu tidak ditayangkan media saya, tetapi penjabarannya dapat dibaca dalam laporan Kontan.co.id.Â
Di lain kesempatan, dia bilang, menggeser produksi menggunakan tenaga robotisasi atau otomatisasi bukan sesuatu yang mudah. Meski terdengar seksi, hitung-hitungan dan implementasinya tidak seideal kenyataan di dalam kepala. Selengkapnya dapat dibaca dalam laporan CNBC Indonesia.Â
Hasilnya memang tidak sekejap terlihat melainkan bertahap sampai 2030. Saat itu tantangan yang dihadapi masih seputar ketidakpastian akibat perang dagang AS-China. Sekarang, pandemi Covid-19 yang melanda banyak negara di dunia menjadi tantangan yang benar-benar mematikan.
Perdebatan big data
Pembahasan Industri 4.0 hari ini menjadi viral di Twitter. Big data menempati kolom trending topic. Pangkal persoalan dapat merujuk pada adu argumen antara Budiman Sudjatmiko, pendiri Inovator 4.0, dan sejumlah pegiat teknologi informasi.
Budiman semula dalam cuitannya menuliskan pembedaan perusuh dan aktivis yang dibedakan atas perlawanan terhadap konseptual dan identitas diri. Dia menjelaskan, tidak ada yang meminta dilahirkan jadi suku apapun. Tetapi, anggota suku apapun berhak atas penghidupan yang layak.
"Kita perjuangkan itu sama-sama. Metodenya? Kita diskusikan sesuai tuntutan zaman."*
"Pilihannya? UU Otonomi Daerah. Jika kurang merata, dikerucutkan lagi jadi @UUDesa. Masih kurang? Kita rumuskan UBI (Universal Basic Income). Saling melengkapi semuanya."