Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Pekerja Millenial: Pemalas, Tidak Loyal, Anxiety, tapi Sayang Keluarga

3 Desember 2020   21:15 Diperbarui: 4 Desember 2020   10:12 1937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pekerja (Foto: Pixabay)

Meski zaman digitalisasi dan globalisasi ini terlihat indah, pekerja millenial mendapatkan pula keterbatasan lain, yaitu finansial atau kepemilikan properti.

Deutsche Bank Jerman baru-baru ini , dikutip dari Business Insider 12 November 2020, mengeluarkan wacana untuk mengenakan pajak terhadap generasi baby boomers untuk menutup kesenjangan kekayaan terhadap generasi muda. Pajak baby boomers itu rencananya akan dikenakan terhadap properti, aset kekayaan dan saham mereka.

Mengapa demikian? Deutsch Bank menilai generasi baby boomers dahulu tidak perlu membayar biaya pendidikan sebanyak millenial sekarang. Itu belum termasuk biaya kerusakan lingkungan dari perusahaan pelepas emisi karbon yang menjadi tempat berinvestasi baby boomers.

Itulah keuntungan generasi zaman dahulu yang sulit didapatkan generasi sekarang. Namun kondisi itu tidak akan mudah diterima para orangtua.

Anda juga tidak mungkin berharap para konglomerat mengakui kesalahan yang telah mereka lakukan di masa lalu sebab mereka akan beralasan bahwa mereka melakukan apa yang seharusnya dilakukan di zamannya. Sedangkan dalam waktu yang panjang, kemiskinan kerap diajarkan sebagai kesalahan dari orang-orang miskin itu sendiri.

Beban itu turun dan ditanggung generasi millenial yang secara kebetulan berada dalam pengaruh kemajuan teknologi informasi. Sekarang kita begitu mudah untuk membuka tabir masa lalu, membaca narasi secara kritis dengan mempertanyakan konteks, peran, dan siapa yang mengatakan demikian.

Puncaknya adalah ketegangan di antara generasi yang memiliki pengalaman berbeda--sewajarnya ketegangan ini lumrah juga terjadi sesama manusia. 

Era digitalisasi ini pun dibaca secara ganda, di satu sisi dianggap memberikan efisiensi dalam perekonomian, memutus panjang mata rantai distribusi, namun sering pula dipandang sebagai era disrupsi yang mengganggu sektor-sektor konvensional dari manufaktur sampai perbankan.

Ketidakpastian sekarang ini hanya satu pengalihan dari upaya kita membangun kehidupan berkelanjutan dalam SDG yang mencakup education, decent work hingga good health sambil memikirkan dampak perubahan iklim yang mengancam kehidupan bumi, tempat manusia tinggal dari cuaca ekstrim, kekeringan, naiknya permukaan air laut, tenggelamnya daratan pesisir, kebakaran hutan dan sebagainya..  

Tentu ada alternatif lain yang lebih memikirkan keberlangsungan hubungan berkeluarga, bagaimana juga sekarang ini kita telah kehilangan selera dalam berseni.

Jika hal-hal ini pun terlalu ideal bagi Indonesia, saya menutupnya dengan penggalan lirik dari band favorit saya, Incubus: Love hurts, but sometimes it's a good hurt and it feels like I'm alive. Selalu ada makna ganda dari setiap usulan hingga kita lupa masalah apa yang sebenarnya dihadapi. Markinung, mari kita renungkan sambil terus meributkan pendapat masing-masing tanpa harus merendahkan sikap masing-masing generasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun