Soal perlunya narasi yang bisa dipahami oleh pengunjung, sempat saya diskusikan dengan sejumlah rekan aktivis sambil ngopi di salah satu warung kuliner di lokasi festival.
Bahwa atraksi seni budaya yang ditampilkan dalam event festival, sejatinya mengandung pesan moral yang bersifat edukasi. Karena itulah perlu ada narasi (deskripsi) yang bisa menjelaskan tujuan atraksi seni yang ditampilkan.
Atraksi seni budaya yang menarik dan memukau yang menghadirkan  imajinasi dibenak pengunjung adalah sebuah keniscayaan. Namun memaknai pesan moral yang dikandungnya, perlu untuk dinarasikan. Â
Apalagi bagi pengunjung yang baru pertama kali melihat langsung atraksi seni budaya. Dibalik kekaguman atau penampilan atraksi budaya, menjadi momen untuk mengedukasi, sehingga pengunjung bisa membawa pulang pesan moral dari atraksi yang disaksikan.
Turut Disaksikan Pejabat Daerah
Menariknya atraksi seni budaya yang menampilkan kritik tajam tentang eksploitasi tambang turut disaksikan Pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sigi. Baik Bupati, Wakil Bupati dan pejabat lainnya yang menyaksikan dari tenda VIP. Â
Artinya pesan moral  bukan hanya ditangkap oleh pengunjung yang menyaksikan dari bangku yang terbuat dari bambu, namun juga pejabat yang duduk dari balik tenda VIP. Dimana  serius menyaksikan setiap teatrikal yang ditampilkan oleh sanggar seni budaya.
Pesan moral sebagai kritik sosial kepada pejabat di Kabupaten Sigi sebagai pemangku pemerintahan adalah, harus punya political will terhadap dilema penambangan yang merusak lingkungan.
Serta perlu bersikap tegas terhadap praktek penambangan ilegal yang rentan terjadi di daerah Sigi. Seperti penambangan emas tanpa izin (PETI) yang sempat marak di Dataran Lindu.
Termasuk juga aktivitas PETI yang sempat terjadi di kawasan Dongi-dongi. Dimana dampak lingkungan turut dirasakan di Kabupaten Sigi. Seperti banjir bandang dan tanah longsor.
Juga agar Pemkab Sigi berani bersikap tegas terhadap kebijakan sektor pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan dibanding sektor ekstraktif berupa tambang yang mendegradasi lingkungan.
Berdasarkan Data dari Dinas Energi dan Sumbe Daya Mineral (ESDM) Pemprov Sulawesi Tengah, untuk tambang terdapat 3 pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) galian C.