Mohon tunggu...
Efraim Jeremia
Efraim Jeremia Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Saya siswa SMA yang memiliki hobi bermain futsal serta bermain bola basket

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menyebarluaskan Budaya Tetapi Tetap Mempertahankan Tradisi

26 Februari 2024   11:13 Diperbarui: 26 Februari 2024   11:24 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

MENYEBARLUASKAN BUDAYA TETAPI TETAP MEMPERTAHANKAN TRADISI

Efraim Jeremia Siregar/ 12  IPS 2/ 14

           

            Kalimantan Timur merupakan salah satu Provinsi yang hadir dengan kekayaan budayanya. Sebagai daerah yang menjadi tempat Suku Dayak hidup, tentunya membuat Kalimantan Timur kental dengan ciri khas kebudayaan Dayak. Hal ini dapat terlihat dari corak arsitekturnya sampai keseniannya. Berbagai kesenian di Kalimantan Timur ini dapat kita nikmati di suatu desa terpencil yang jauh dari kota, yaitu Desa Budaya Pampang.

Desa Budaya Pampang adalah kampung budaya bagi suku Dayak yang terletak di Kelurahan Sungai Siring, Kecamatan Samarinda Utara, Provinsi Kalimantan Timur. Desa ini memiliki keberagaman budaya didalamnya, mulai dari jenis tari-tarian, corak bangunan, kerajinan lokal, dan lain sebagainya. Tempat ini cukup terpencil karena letaknya yang sangat jauh dari pusat kota terdekat. Untuk sampai ke tempat ini kita perlu berkendara sekitar 24 kilometer dari pusat kota Tepian.

            Desa Budaya Pampang ini tentunya menyimpan sejarah panjang didalamnya. Desa Pampang merupakan tempat tinggal suku asli Dayak sejak tahun 1960. Sebelum merantau ke Desa Pampang, tempat tinggal asli Suku Dayak Apokayan dan Kenyah berada di dataran tinggi Apo Kayan di daerah perbatasan Indonesia dan Malaysia. Suku Dayak yang saat itu berdomisili di Kutai Barat dan Malinau memilih hijrah lantaran tak mau bergabung atau tak ingin ikut ke wilayah Malaysia dengan motif dan harapan taraf pendapatan atau ekonomi yang menjanjikan. Rasa nasionalisme mereka inilah yang mendorong mereka untuk tetap bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tahun demi tahun mereka jalani dengan dengan cara berpindah-pindah tempat, hanya dengan berjalan kaki. Untuk menyambung hidup, mereka singgah di tempat-tempat yang dilaluinya dan berladang. Sehingga pada akhirnya mereka sampai dikawasan Pampang dan menetap disana dengan alasan karena daerah tersebut subur sehingga dapat mendorong kegiatan berladang yang telah mereka jalani sampai saat ini. Akhirnya mereka hidup di Desa Pampang dan melakukan berbagai kegiatan Masyarakat, seperti bergotong-royong, merayakan natal, dan panen raya.  Desa ini pun terus berkembang hingga akhirnya diresmikan oleh Gubernur Kaltim HM Ardans sebagai salah satu destinasi budaya di Benua Etam pada tahun 1991.

 

Terbuka akan dunia luar

            Meskipun berada jauh dari pusat kota, desa ini tetap terbuka akan perkembangan zaman dan juga tetap berinteraksi dengan orang-orang luar. Hal tersebut bisa kita dapat buktikan melalui kata sambutan Ketua Adat Desa Budaya Pampang, Esrom Palan saat perayaan Hari Ulang Tahun Desa Budaya Pampang, ucapnya " Kami tidak menutup mata untuk perkembangan zaman. Tetapi kami ingin sampai kapanpun budaya ini dilestarikan, karena budaya inilah yang bisa kami sumbangkan kepada negara agar dimilki oleh anak cucu sampai kapanpun."

            Pengaruh globalisasi tentunya sangat dirasakan bagi penduduk setempat. Apalagi semenjak desa ini dijadikan sebagai destinasi, banyak hal yang berubah dari kebiasaan hidup mereka. Pengaruh globalisasi ini dapat kita lihat dari pemikiran penduduk desa ini yang telah mengakui perkembangan IPTEK. Mereka mulai memanfaatkan gadget untuk menampilkan kesenian mereka di berbagai platform digital, maka tak heran jika banyak wisatawan lokal dan mancanegara yang tertarik melihat kesenian mereka bahkan menyempatkan waktu untuk datang langsung ke desa ini 

            Tak hanya itu, desa ini juga tidak menutup pergerakan manusia didalamnya. Hal ini terbukti sejak tahun 1990-an, Desa Budaya Pampang sudah dimasuki oleh perantau dari berbagai pulau dan menikah dengan penduduk asli setempat. Selain itu, seiring berjalannya waktu beberapa suku di luar Dayak pun masuk ke Desa Pampang ini, contohnya suku Banuaq, Bahau, Tunjung, Kayan, dan lain sebagainya. Tidak hanya terbuka akan pergerakan manusia, desa ini juga terbuka akan penyebaran agama, khususnya agama Kristen Protestan dan Islam. Hal ini terlihat nyata dengan adanya beberapa Gereja yang terlihat ditepi-tepi jalan dengan bentuk dan ukiran yang unik. Tidak hanya penyebaran agama Kristen saja, penyebaran agama Islam juga telah terlihat dari sebuah Masjid kokoh yang berada di antara pemukiman warga dan perkebunan milik penduduk setempat.

            Adanya perkembangan IPTEK tidak menjadikan budaya mereka termodifikasi, ter transformasi ataupun mengalami kepunahan. Munculnya pemahaman baru justru membuat mereka semakin memegang teguh tradisi dan adat istiadat mereka. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya perayaan Hari Ulang Tahun atau yang dikenal dengan nama Pelas Tahun dan Syukuran Pasca Panen yang selalu diperingati setiap tanggal 23-26 Juli. Bukan hanya itu, melalui perkembangan IPTEK ini penduduk setempat semakin bersemangat untuk mengenalkan budaya  mereka.

Kaya akan budaya 

Desa Pampang juga sering disebut sebagai desa yang kaya akan budaya dan tradisi didalamnya. Desa ini selalu melakukan pameran budaya setiap harinya dan selalu terbuka untuk umum. Menurut saya, corak bangunan di desa ini sangat unik dan beragam. Salah satu contohnya adalah rumah adat Lamin yang terbuat dari kayu Ulin dengan hiasan dan ukiran yang hampir memenuhi Sebagian besar dindingnya. Ukiran ini dibentuk sesuai dengan ciri khas suku Dayak, paduan warna hitam, putih, dan kuning yang dominan. Begitu juga dengan tiang penyangga rumah yang berdiameter dua meter dihiasi dengan berbagai ukiran indah. Bagian atap terbuat dari kayu Sirap, dengan ukiran kokoh ditengah atap dan sudut-sudutnya.

Tidak hanya itu, desa ini juga konsisten dalam memamerkan berbagai tari-tarian yang beragam. Tari yang ditampilkan biasanya mencapai 14 tarian, mulai dari tari Gantar, tari Perang, tari Gong atau tari Kancet Ledo, tari Leleng, tari Burung Enggang, tari Hudoq, tari Serumpai, tari Hudoq Kita, tari Belian Bawo, tari Kuyang, tari Pecuk Kina, tari Ngerangkau, tari Baraga Bagantar, hingga tari Datun. Setiap gerakan pada tarian diatas juga memiliki makna tersendiri. Sehingga biasanya sebelum tarian dimulai, aka nada penjelasan terlebih dahulu mengenai makna dari tarian yang akan digelar. Dalam pagelarannya tarian ini ditarikan oleh beberapa puluh gadis Dayak lengkap dengan pakaian tradisional dan askesorisnya. Dan uniknya juga, semua tarian yang digelar di Desa Pampang selalu melibatkan masyarakat tua maupun muda.

Di desa ini kita juga dapat melihat pakaian adat Dayak bahkan memakainya. Untuk memakai pakaian adat tersebut tentunya kita harus menyewanya terlebih dahulu. Bukan hanya itu, bagi wisatawan yang tak ingin memakai pakaian adat juga bisa berfoto dengan suku Dayak setempat yang bertelinga panjang. Namun untuk berfoto dengan penduduk asli bertelinga panjang dikenakan tarif tersendiri.

Sumber penghasilan bagi masyarakat

            Penduduk Desa Budaya Pampang sebagian besar hidup dari hasil pertanian dan perkebunan  milik mereka sndiri. Namun seiring berkembangnya zaman, banyak penduduk desa ini hidup melalui hasil pagelaran yang mereka lakukan.  Hal tersebut dapat kita lihat dari adanya biaya yang ditentukan untuk masuk desa, menyewa pakaian, dan berfoto dengan penduduk setempat.

            Desa Budaya Pampang juga terkenal dengan kerajinan maniknya yang dibuat menjadi aksesoris seperti topi, kalung, gelang, selendang, syal, anting, tas, hingga pakaian. Tentunya aksesoris ini dianyam dengan corak dan motif asli suku Dayak yang sudah dibuat sejak turun-temurun. Tidak hanya manik-manik saja, penduduk setempat juga tidak sedikit yang membuat taring babi hutan, kulit binatang, dan banyak lagi yang diperoleh dari alam. Kemudian hasil olahan manik-manik dan hasil berburu tersebut mereka jual di pagelaran yang telah mereka siapkan di dalam desa yang dikhusukan untuk para wisatawan mancanegara. Hasil dari pagelaran dan penjualan kerajinan lokal itu mereka manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka, karena tidak sedikit dari penduduk setempat yang memang hidup dari hasil usaha mereka.

            Desa Budaya Pampang menjadi salah satu daerah yang telah terkena pengaruh globalisasi dan perkembangan IPTEK. Namun, maraknya globalisasi dan perkembangan IPTEK tidak membuat para masyarakat Desa Budaya Pampang terbawa arus globalisasi, terutama dari segi negatif. Melalui desa ini, kita bisa belajar untuk lebih sadar dalam mempertahankan dan melestarikan budaya. Karena budaya merupakan warisan dari nenek moyang kita dan hadiah yang akan kita berikan kepada anak cucu kita. Bukan hanya itu, dengan melestarikan budaya kita dapat menjaga identitas budaya itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun